Khawatir Banyak Industri Rokok Gulung Tikar, Apindo Minta Ini ke Pemerintah

Apindo meminta agar regulasi pemerintah yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait

oleh Septian Deny diperbarui 12 Sep 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi Industri Rokok
Ilustrasi Industri Rokok

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menampung dan sekaligus menyampaikan keluhan dari 20 asosiasi lintas sektor terkait dampak signifikan regulasi Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2024 tentang Kesehatan, terhadap industri hasil tembakau (IHT) dan sektor-sektor terkait.

Apindo mengingatkan pemerintah, pasal-pasal yang bermasalah dalam PP 28/2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) dikhawatirkan dapat menciptakan ketidakstabilan di berbagai sektor terkait, termasuk ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem IHT.

Aturan yang menjadi sorotan di antaranya wacana standardisasi berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik yang tertuang dalam RPMK, serta ketentuan dalam PP meliputi zonasi larangan penjualan dan iklan hingga aturan batasan tar nikotin. Kebijakan tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku usaha di berbagai sektor, karena telah menciptakan ketidakpastian berusaha.

"Kita sudah melakukan berbagai koordinasi dan kajian, di mana sebenarnya PP 28 ini cukup memberatkan bagi multi sektor, baik industri, pedagang, petani, dan sebetulnya juga konsumen. Dalam hal ini tentu kita diminta untuk secara aktif memberi masukan dalam konteks dikeluarkannya peraturan menteri turunannya," kata Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibarani saat konferensi pers di Kantor DPP Apindo, dikutip Kamis (12/9/2024).

Menurutnya, yang menjadi masalah besar dari PP No 28/2024 hingga menuai protes dari berbagai kalangan, karena dalam proses pembuatan sampai dengan isinya kurang tepat. Di mana dalam merumuskan PP 28/2024 ini pemerintah tidak melibatkan industri, baik pembina industri maupun pelaku industrinya itu sendiri. Padahal, di saat bersamaan industri saat ini sedang mengalami kondisi yang memprihatinkan.

"Kondisi industri saat ini dalam kondisi terkontraksi, akibat penurunan permintaan pasar baik global maupun lokal. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait. Jadi artinya, kalau peraturan (PP 28/2024) ini akan terus diterapkan, maka kontraksi itu akan berkepanjangan," ucapnya.

 

Keseimbangan

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mewakili asosiasi-asosiasi sektor terkait, Franky menyampaikan, pihaknya menyoroti kebijakan yang diambil pemerintah ini tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan kesehatan dan dampak ekonomi dapat mengganggu kestabilan perekonomian nasional.

"Jadi keprihatinan inilah mengapa kita semua, baik petani, pedagang, maupun industri memberi warning kepada pengambil kebijakan (pemerintah), agar berhati-hati. Karena kalau tidak (hati-hati) maka kontraksi industri ini akan semakin besar," kata dia.

Apindo mendesak agar proses penyusunan dan pelaksanaan PP No 28/2024 dan RPMK lebih terbuka dan melibatkan seluruh pihak terdampak secara komprehensif, guna mewujudkan kebijakan yang berimbang dan berbasis pembuktian (evidence-based policy).

"Kami tidak menolak regulasi, tetapi regulasi ini harus disusun dan diterapkan secara adil dan berimbang, mengingat perkembangan perekonomian terkini serta kompleksitas posisi industri hasil tembakau dalam menopang ekonomi nasional. Kami juga mendukung komitmen pelaku usaha industri hasil tembakau untuk mencegah akses pembelian rokok oleh anak-anak, dan Apindo mengajak seluruh stakeholder untuk bisa bersama-sama meningkatkan edukasi dan literasi pencegahan merokok kepada kelompok usia di bawah 21 tahun," tegas Franky.

Ia menggarisbawahi pentingnya pemerintah melakukan pendalaman, bahwa kondisi sosio-ekonomi Indonesia sangat berbeda dengan industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja, jadi tidak bisa hanya berkaca ke negara-negara tertentu untuk begitu saja mencontoh kebijakannya tanpa pendalaman.

 

Dampak Kebijakan yang Ketat

Gappri
Cukai rokok memang senikmat kepulan asap tembakau. Bisa dibilang, inilah ATM bagi pemerintah yang tak pernah kering.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Nayoan turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan yang terlalu ketat.

"Rokok ilegal akan semakin menjamur jika regulasi yang diterapkan justru menekan industri formal. Kemasan polos dan pembatasan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok, tetapi hanya akan membuka jalan bagi produk ilegal yang merugikan negara dari segi penerimaan cukai," kata Henry

Kemudian, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menyoroti dampak besar yang akan dialami petani tembakau jika ketentuan ini diterapkan secara ketat.

"Petani tembakau menggantungkan hidupnya pada industri ini. Peraturan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan sektor pertanian akan memukul keras para petani beserta yang telah berkontribusi besar terhadap perekonomian lokal," ujar Agus.

Ia pun menegaskan pentingnya melibatkan para petani dalam setiap tahap pengambilan keputusan IHT.

 

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya