Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bob Hasan meminta masukan langsung dari Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Ridho Kresna Wattimena terkait kriterian perguruan tinggi yang layak diberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Hal ini sejalan dengan dipercepatnya Revisi atas Perubahan Keempat atas UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) menjadi Rancangan Undang-Undang (RUU).
Baca Juga
"Prof, izin saya juga ingin pandangan Prof terkait pandangan perguruan tinggi yang terakreditasi. Eligible-nya seperti apa?," tanya Bob dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPRI RI, di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Advertisement
Akreditasi
Dalam kesempatan itu, Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Ir Ridho Kresna Wattimena, menjawab bahwa perguruan tinggi yang layak untuk menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah perguruan tinggi yang telah memperoleh akreditasi unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Berdasarkan data yang diperolehnya, ada sekitar 3.360 perguruan tinggi dengan akreditasi "Baik", 472 perguruan tinggi terakreditasi "Amat Baik", dan 149 perguruan tinggi yang memiliki akreditasi "Unggul".
"Kalau saya boleh usul, yang diberikan adalah perguruan tinggi dengan akreditasi unggul, dan itu ada 149 perguruan tinggi," jawab Ridho.
Program Studi
Meski demikian, Ridho menegaskan bahwa selain akreditasi, aspek lain juga perlu dipertimbangkan, terutama terkait dengan ketersediaan program studi yang relevan dengan sektor pertambangan.
"Cuma bapak-ibu, belum tentu dia (perguruan tinggi) unggul, belum tentu punya program studi geologi tambang maupun metalurgi. Jadi mungkin selain akreditasi, kita lihat juga program studi tambang, metalurgi, geologi untuk amdalnya, dan teknik lingkungan untuk amdalnya," ujar Ridho.
Tak Untung Cepat
Di sisi lain, Ridho juga mengkhawatirkan mengenai aspek teknis dari kebijakan ini, terutama terkait dengan waktu yang dibutuhkan perguruan tinggi untuk mendapatkan kembali modal yang dikeluarkan dalam usaha pertambangan.
Ia menyatakan bahwa pengelolaan tambang bukanlah usaha yang dapat memberi keuntungan dalam waktu singkat. Biasanya, bisnis tambang membutuhkan waktu panjang untuk dapat kembali modalnya, bahkan bisa mencapai 5 hingga 10 tahun, tergantung pada jenis tambang dan proses eksplorasi yang dilakukan.
"Kita semua tau bisnis tambang atau pengusahaan tambang adalah usaha yang quick building, bukan yang hari ini kita (bangun) 2-3 tahun lagi uang kita kembali. Kita harus berpikir keras untuk mengusahakan tambang ini, jadi kita perlu juga tahu yang diprioritaskan perguruan tinggi seperti apa," jelas Ridho.
Advertisement
Pasal Baru dalam UU Minerba
Adapun sebelumnya Baleg DPR RI telah menyampaikan rencana untuk menambahkan pasal baru dalam revisi UU Minerba, yaitu Pasal 51A. Pasal ini mengatur bahwa WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas. Selain itu, terdapat ketentuan tambahan terkait pemberian WIUP:
- Pasal 51A ayat (1): WIUP mineral logam diprioritaskan untuk perguruan tinggi.
- Pasal 51A ayat (2): Pertimbangan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi akan diatur lebih rinci.
- Pasal 51A ayat (3): Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP).
Selain itu, Baleg DPR juga berencana menetapkan aturan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) dengan luas di bawah 2.500 hektare akan diprioritaskan untuk UKM lokal.