Donald Trump: Warga AS Keturunan Somalia Adalah 'Bencana'

Trump menegaskan populasi warga AS keturunan Somalia yang besar di Minnesota merupakan bencana.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Nov 2016, 13:13 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2016, 13:13 WIB
Donald Trump
Capres AS dari Partai Republik, Donald Trump saat debat capres AS ketiga dan terakhir di University of Nevada, Las Vegas, Rabu (19/10). (REUTERS/Mark Ralston/Pool)

Liputan6.com, Washington, DC - Calon Presiden Amerika Serikat (AS) asal Partai Republik, Donald Trump, memperingatkan bahaya yang ditimbulkan oleh kelompok imigran Somalia di Minneapolis. Kota utama di negara bagian Minnesota itu memiliki komunitas warga keturunan Somalia terbesar.

"Di sini, di Minnesota, Anda telah melihat masalah utama yang disebabkan oleh cacatnya sistem pemeriksaan pengungsi. Ini terlihat dengan jumlah pengungsi Somalia yang sangat besar yang datang ke negara Anda tanpa sepengetahuan Anda, tanpa dukungan atau pun persetujuan Anda," ujar Trump seperti dikutip The Guardian, Senin (7/11/2016).

"Beberapa dari mereka bergabung dengan ISIS dan menyebarkan pandangan ekstremis. Tak hanya di AS, tetapi juga di seluruh dunia. Semua orang sudah 'membaca' bencana yang terjadi di Minnesota," ujarnya.

Menurut sensus tahun 2010, lebih dari 85.000 warga Somalia-Amerika tinggal di Negeri Paman Sam. Jumlah mereka terkonsentrasi di Twin Cities, pusat wilayah metropolitan yang terbentuk oleh Minneapolis dan Saint Paul.

Pada Juni, sejumlah orang termasuk di antaranya tiga warga Somalia-Amerika, mengaku bersalah karena mencoba bergabung dengan ISIS. Sementara itu, data otoritas berwenang mengatakan bahwa lebih dari 30 pemuda dari Minnesota telah meninggalkan wilayah itu untuk bergabung dengan kelompok ISIS atau al-Shabaab di Afrika Timur.

Dalam kampanyenya di Minneapolis pada hari Minggu waktu setempat, Trump menegaskan bahwa setidaknya yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah bahaya tersebut adalah memblokade pengungsi.

"Anda sudah cukup menderita di Minnesota. Dan kami akan berhenti menerima (pengungsi) dari daerah rawan teror sampai penilaian keamanan penuh dilakukan juga sebuah mekanisme pemeriksaan ditetapkan," kata miliarder tersebut.

AS memiliki sejumlah prosedur pemeriksaan ketat di dunia bagi kaum migran, yakni melalui sejumlah tahap wawancara dengan badan keamanan, pemeriksaan latar belakang, dan kesehatan. Seluruh proses ini bisa memakan waktu setidaknya dua tahun.

Ia juga tak menjelaskan lebih lanjut pemeriksaan ekstrem seperti apa yang akan diterapkannya jika kelak ia menjadi orang nomor satu di AS. Namun Trump meyakinkan bahwa pemeriksaan yang sangat ketat dapat mencegah serangan teror di Negeri Paman Sam di mana ia menyinggung sebuah serangan teror yang belum lama ini terjadi di St Cloud.

Pada September lalu, di kota itu seorang pria Somalia-Amerika (20) menikam delapan orang di sebuah mal sebelum akhirnya ia dilumpuhkan timah panas polisi. Peristiwa ini sendiri telah dikutip oleh pemimpin komunitas warga Somalia-Amerika.

"Ini mengerikan apa yang mereka lakukan dan jika Anda ingin mereka (warga Somalia-Amerika) membanjiri Minnesota, maka yang harus Anda lakukan adalah memberikan suara pada Hillary Clinton," ungkap suami dari Melania Trump itu.

Mungkin Trump lupa pada fakta bahwa warga Somalia-Amerika pun menjadi target serangan teror. Pada September lalu, tiga orang di Garden City, Kansas, ditangkap atas tuduhan merencanakan pengeboman sebuah gedung apartemen di mana terdapat sejumlah keluarga Somalia-Amerika yang tinggal di dalamnya. Belum lagi terdapat satu apartemen yang difungsikan sebagai masjid.

Sebelumnya, calon Wakil Presiden Trump, Mike Pence, yang menjabat sebagai Gubernur Indiana pernah berurusan dengan pengadilan. Pada Oktober lalu ia melarang pengungsi menetap di wilayah kekuasaannya tanpa mendapat persetujuan pemerintah daerah. Kebijakan Pence ini ditentang oleh pengadilan federal.

Hakim yang bernama Richard Posner mengatakan kebijakan Pence tersebut diskriminatif.

Pilpres AS tinggal menunggu hitungan jam. Pesta demokrasi tersebut akan berlangsung pada 8 November waktu setempat. Jajak pendapat terakhir dari lembaga survei NBC/Wall Street Journal menunjukkan Hillary unggul tipis atas Trump, yakni 44 persen, sementara pesaingnya 40 persen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya