Cuitan Donald Trump Menyinggung Perasaan China

Sejumlah surat kabar yang menjadi corong pemerintah China mengulas perilaku Trump. Bahkan ada yang tak segan memberikan peringatan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Des 2016, 14:42 WIB
Diterbitkan 19 Des 2016, 14:42 WIB
Donald Trump
Capres AS dari Partai Republik, Donald Trump saat debat capres AS ketiga dan terakhir di University of Nevada, Las Vegas, Rabu (19/10). (REUTERS/Mark Ralston/Pool)

Liputan6.com, Beijing - Donald Trump kelihatannya belum tahu bagaimana memimpin sebuah negara adikuasa. Kesimpulan tersebut dimuat dalam surat kabar China, Global Times setelah presiden terpilih Amerika Serikat (AS) tersebut "menyerang" Tiongkok.

"Trump tidak berperilaku sebagai presiden yang akan menjadi penghuni Gedung Putih dalam waktu satu bulan. Dia tidak menunjukkan kesiapannya dalam memimpin sebuah negara adikuasa," tulis Global Times, surat kabar yang dikendalikan Partai Komunis seperti dikutip The Guardian, Senin (19/12/2016).

Sebelumnya, melalui media sosial Twitter, Trump sempat mencuit, "China mencuri drone penelitian Angkatan Laut AS di perairan internasional dan mengambilnya dengan cara yang tidak pernah dilakukan sebelumnya."

Tak lama, miliarder yang kelak akan menjadi presiden ke-45 AS itu pun kembali menuliskan, "Kita harus memberitahukan China bahwa kita tidak menginginkan kembali drone yang mereka curi. Biarkan mereka menyimpannya!."

Ini adalah kali kedua Trump bersitegang dengan China. Belum lama ini ia menyinggung Tiongkok karena bercakap via telepon dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen.

Sementara itu, pada Jumat lalu, Presiden Barack Obama telah memperingatkan bahwa melalui sikapnya, Trump dapat membawa hubungan AS-China ke dalam konflik. Hal senada diungkapkan Global Times. Surat kabar itu menuliskan Trump dapat menciptakan kerusakan jika ia terus bertingkah.

Meski demikian, rakyat China sendiri tidak yakin apakah sikap Trump tersebut layak dikatakan ketidakmatangannya sebagai pemimpin.

"Tapi jika dia memperlakukan China seperti apa yang dicuitkannya, China tidak akan menahan diri. Pemerintah China harus sepenuhnya siap menanggapi Trump dengan keras," tulis surat kabar yang kerap kali merefleksikan kebijakan Beijing tersebut.

Hu Xijin, editor surat kabar tersebut malah memberi peringatan yang jauh lebih keras.

"Aku tak tahu apakah dia bermain kartu psikologis atau itu hanya ketidakprofesionalannya. China harus mengajarinya beberapa pelajaran sehingga ia dapat belajar menghormati Tiongkok setelah ia dilantik," tutur Hu.

Sementara itu, surat kabar the People's Daily dalam laman depannya juga menyarankan agar Beijing tak gentar dengan provokasi Trump.

"Sulit untuk memahami psikologinya. Tapi China tidak seharusnya berupaya keras untuk menebak apa yang dipikirkannya. Kita hanya harus berdiri tegak, mengendalikan situasi dan menanganinya dengan tenang," tulis Hua Yiwen, seorang ahli hubungan internasional di the People's Daily.

Bill Bishop, seorang ahli Tiongkok yang berbasis di Washington mengatakan ia merasa putus asa bagaimana Trump mempertaruhkan hubungan China-AS lewat Twitter.

"Ini adalah perilaku yang tidak pernah terjadi sebelumnya dari seorang presiden terpilih. Ini akan menjadi lucu jika taruhannya tidak begitu tinggi," canda Bishop.

"Ini bukan kesepakatan bisnis. Ini adalah hubungan politik antar kekuatan nuklir yang sudah berada di jalan menuju konflik pada beberapa dimensi. Ini adalah menunjukkan perilaku seorang remaja, tak berpengalaman yang dapat menimbulkan banyak masalah dalam hubungan AS-China, dan beberapa di antaranya dapat memicu konsekuensi serius dan merusak," imbuh Bishop.

Bishop justru menolak pernyataan media China bahwa cuitan Trump tersebut kemungkinan adalah perang psikologis demi memaksa konsesi perdagangan.

"Aku tidak akan menganggap ini adalah ketrampilan psikologis yang brilian dari seorang Donald Trump," kata dia.

Ketika disinggung apakah sikap Trump tersebut bagian dari rencana masa depan hubungan kedua negara setelah pelantikannya, Bishop skeptis.

"Menurutku itu sama saja seperti ketika Xi Jinping bangun pada 1 Desember 2017 dan menyatakan China adalah sebuah negara demokrasi," ungkapnya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya