Polisi Kembali Periksa PM Israel soal Dugaan Terima Gratifikasi

Pemeriksaan PM Israel Benjamin Netanyahu berlangsung lima jam dan dilakukan di rumahnya di Yerusalem.

oleh Citra Dewi diperbarui 06 Jan 2017, 08:15 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2017, 08:15 WIB
PM Israel, Benjamin Netanyahu
PM Israel, Benjamin Netanyahu (Reuters)

Liputan6.com, Yerusalem - Polisi Israel kembali memeriksa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk kedua kalinya sebagai bagian penyelidikan atas tuduhan korupsi.

Interogasi yang berlangsung lima jam itu dilakukan di rumah Netanyahu di Yerusalem. Menurut sejumlah media, ia diselidiki atas dugaan menerima gratifikasi bernilai ribuan dolar dari pengusaha.

Sama seperti pemeriksaan sebelumnya, Netanyahu konsisten membantah tuduhan tersebut dalam interogasi yang berlangsung pada Kamis, 5 Januari 2017.

Polisi mengatakan, pemeriksaan itu juga termasuk hal-hal terpisah lainnya. Namun, pihak bewenang tak memberikan detail dan kantor Netanyahu juga tak memberikan komentar.

Netanyahu kembali mengatakan dirinya tak bersalah dan memperingatkan media dan rival politiknya untuk "menahan berpesta". Ia pun menambahkan, "Tidak akan ada yang terjadi, karena tidak ada apa-apa."

"Kami mendengar semua laporan media. Kami melihat dan mendengar semnagat meriah dan suasana di studio televisi dan koridor oposisi," ujar Netanyahu kepada legislator Partai Likud.

"Saya ingin memberitahu mereka untuk menunggu perayaan. Jangan terburu-buru...Anda akan terus mengembangkan balon udara panas dan kami akan terus memimpin Israel," imbuh dia.

Oposisi Netanyahu telah menyerukan penyelidikan atas keterlibatannya menyusul serangkaian skandal dalam beberapa bulan terakhir. Namun, tak ada dari pemeriksaan tersebut yang membuat PM Israel itu dijatuhi hukuman.

Netanyahu tidak harus mengundurkan diri jika diduga melakukan tindak pidana. Ia hanya diminta melakukan hal tersebut jika terbukti bersalah dan kasusnya dibawa ke Pengadilan Tinggi Israel.

Namun jika didakwa, Netanyahu dapat menghadapi tekanan yang sangat besar dari publik dan politik untuk mengundurkan diri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya