Perang Kian Intensif, 300.000 Warga Suriah Terancam Kelaparan

Perang di sekitar kota Damaskus menyebabkan terhentinya pasokan bantuan terhadap warga di wilayah pedesaan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 24 Mar 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2017, 19:00 WIB
Seorang bocah tengah menangis di kamp pengungsi Suriah
Seorang bocah tengah menangis di kamp pengungsi Suriah (Jordan Business Magazine)

Liputan6.com, Damaskus - PBB mengatakan, pertempuran di sekitar Ibu kota Suriah, Damaskus, telah memicu putusnya bantuan kemanusiaan terhadap sekitar 300.000 warga. Jeda perang diperlukan agar memungkinkan konvoi bantuan sampai ke daerah.

Pertempuran di sekitar Damaskus berlangsung intensif dalam beberapa hari terakhir setelah serangan mengejutkan oleh pemberontak di bagian timur laut kota itu.

"Mereka benar-benar sangat tergantung pada pasokan kami. Kelaparan mengancam, kecuali jika kami bisa sampai di sana dalam beberapa minggu mendatang," ujar Jan Egeland, penasihat badan kemanusiaan PBB seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat, (24/3/2017).

Egeland menjelaskan, sejumlah daerah yang terkepung sepertu Douma dan Kafr Batna di wilayah pedesaan Damaskus belum menerima pasokan bantuan PBB sejak tahun lalu.

"Meningkatnya pertempuran memiliki efek buruk terhadap warga sipil. Sejak Oktober, warga di Douma tidak mendapat bantuan dari PBB, sementara di Kafr Batna sejak Juni tahun lalu," terang Egeland.

Pernyataan Egeland ini mencuat di tengah rencana pembicaraan yang disponsori PBB di Jenewa pada Jumat waktu setempat. Pertemuan lanjutan ini diharapkan dapat menghasilkan terobosan atau konsesi baik bagi pihak pemerintah ataupun pemberontak.

"Pemerintah Suriah belum memberikan lampu hijau bagi konvoi bantuan dan pihak pemberontak tidak menjamin keamanan mereka. Ini berarti tidak ada bantuan yang bisa masuk," tutur Egeland.

Pejabat PBB itu juga mengatakan, pihaknya berharap dapat mengirim bantuan ke wilayah Wadi Barada pada Jumat waktu setempat. Itu adalah sebuah kawasan lembah dimana perang berkecamuk sejak awal tahun.

Sebuah laporan yang diterbitkan pekan lalu oleh Physicians for Human Rights (PHR) menyebutkan, pemerintah Suriah "sengaja" membatasi akses kemanusiaan terhadap penduduk di wilayah yang terkepung.

Tahun lalu, pemerintah setuju memangkas prosedur pemberian bantuan menjadi dua tahap dari sebelumnya delapan tahap. Namun dalam prosesnya, kebijakan ini dianggap gagal.

"Konflik Suriah sudah masuk tahun ketujuh, otoritas setempat terus dengan sengaja dan ilegal memanipulasi, sewenang-wenang membatasi, dan menolak akses bantuan kemanusiaan demi memastikan populasi yang terkepung itu menderita," demikian sebut laporan itu.

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan, pihaknya akan mendirikan "zona interim stabilitas" untuk membantu pengungsi kembali ke rumah. Namun ia tidak menyebutkan di mana zona ini akan dibentuk.

"AS akan meningkatkan tekanan terhadap ISIS dan Al Qaeda serta akan bekerja untuk membangun zona interim stabilitas melalui gencatan senjata demi memungkinkan pengungsi kembali ke rumah," ujar Tillerson.

Namun menurut Egelan, setiap usulan perlu dipelajari dengan hati-hati. Ia pun menambahkan bahwa warga Suriah yang kembali haruslah dengan dasar sukarela, dilindungi, dan dibantu.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya