Liputan6.com, Washington, DC - Tiga tahun setelah bergabung dengan Biro Investigasi Federal atau Fedeal Bureau of Investigation (FBI), agen bernama Robert Philip Hanssen "membelot." Ia mendekati badan intelijen Rusia (GRU) dan menawarkan jasanya.
Atas perilakunya tersebut, Hanssen mengklaim tidak memiliki motif politik atau ideologis. Satu-satunya motivasi ia melakukan pengkhianatan tersebut adalah demi keuntungan semata.
Baca Juga
Seperti dilansir New York Daily News, Hanssen menjual informasi rahasia ke Moskow senilai US$ 1,4 juta. Oleh Louis Freeh, Direktur FBI masa itu, kasus ini disebut sebagai "tindakan pengkhianatan tak terbayangkan."
Advertisement
Dilansir Wikipedia, Hanssen menjalani kehidupan sebagai agen ganda lebih dari 20 tahun, sebelum akhirnya ia ditangkap pada 18 Februari 2001 di Foxstone Park di dekat rumahnya di Vienna, Virginia. Menurut Freeh, penangkapan Hanssen terjadi pada Minggu malam setelah sejumlah agen berhasil memancingnya untuk pergi ke tempat rahasia di mana ia menyembunyikan informasi yang kemudian akan diambil oleh agen Soviet.
Selama menjadi agen ganda, Hanssen berhasil menyebarkan sejumlah informasi signifikan, termasuk mengenai gangguan yang dilancarkan FBI dan daftar agen Rusia yang menjadi agen ganda bagi CIA.
Kebocoran paling penting yang diungkap Hanssen adalah menyangkut dengan pengkhianatan Dmitri Polyakov, seorang informan CIA yang memberikan sejumlah besar informasi kepada pihak intelijen AS saat ia berpangkat jenderal di Angkatan Darat Uni Soviet.
Sejak menjadi agen ganda, Hanssen yang lahir di Chicago dan meraih gelar MBA dari Northwestern University menerima bayaran sebesar US$ 600.000 dalam bentuk uang tunai dan berlian. Sementara US$ 800.000 lainnya tersimpan dalam sebuah rekening bank di Moskow.
"Ini adalah roti dan menteganya selama bertahun-tahun," kata Freeh tentang pengkhianatan yang dilakukan Hanssen.
Presiden George W. Bush menggambarkan penangkapan Hanssen sebagai "hari yang sulit bagi mereka yang mencintai Amerika."
Dengan diwakili oleh kuasa hukumnya, Plato Cacheris, Hanssen menegosiasikan sebuah tawar-menawar yang memungkinkannya lolos dari hukuman mati. Dan sebagai imbalannya ia bersedia bekerja sama dengan pihak berwenang. Cacheris sebelumnya pernah menjadi pengacara Monica Lewinsky, pegawai magang Gedung Putih yang terlibat skandal dengan Presiden Bill Clinton.
Cacheris juga pernah menangani kasus serupa seperti yang dialami Hanssen. Pada tahun 1994 ia menjadi kuasa hukum seorang perwira CIA Aldrich Ames yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena menjual rahasia kepada Rusia senilai US$ 2,5 juta.
Pada 6 Juli 2001, di hadapan Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Timur Virginia, Hanssen yang merupakan kelahiran 18 April 1944 mengaku bersalah atas 15 tuduhan spionase. Lantas, pada 10 Mei 2002, ia dijatuhi 15 kali hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.
"Saya mohon maaf atas perbuatan saya. Saya merasa malu. Saya telah membuka celah atas fitnah terhadap istri dan anak-anak saya yang tidak berdosa. Saya sudah menyakiti begitu dalam," ujar Hanssen di hadapan Hakim Claude Hilton.
Hanssen lantas mendekam di ADX Florence, sebuah penjara federal dengan pengamanan super maksimal di dekat Florence, Colorado dalam sebuah kurungan isolasi selama 23 jam per hari.
Oleh pihak Rusia, Hanssen dikenal dengan nama "Ramon" atau hanya sekadar "B" melalui surat-suratnya.
"Orang dalam terpercaya mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya tanpa terdeteksi," komentar Freeh atas sosok Hanssen.
Di unit kerjanya di FBI yang bertugas untuk melacak dan mengungkap informasi serta menakut-nakuti Soviet, Hanssen dianggap sebagai master permainan mata-mata.
Seorang tetangga Hanssen, Nancy Cullen mengatakan, istri pria itu bekerja paruh waktu di sebuah sekolah menengah Katolik.
"Mereka pergi ke gereja setiap Minggu," terang Cullen seraya menambahkan bahwa keluarga Hanssen juga bergabung dalam peringatan tahunan Memorial Day.
Hanssen dikabarkan tidak pernah menyinggung kekagumannya terhadap komunisme atau kebencian terhadap AS. Satu-satunya yang dibicarakannya secara berulang-ulang adalah uang.
Peristiwa lain juga tercatat pada 10 Mei 1994. Di hari itu, Nelson Mandela disumpah sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan.
Selain dua kisah tersebut, peristiwa menarik lainnya juga terjadi pada tanggal yang sama tahun 1872. Kala itu, Victoria Woodhull tercatat menjadi wanita pertama yang dicalonkan sebagai kandidat capres AS.