Liputan6.com, Washington, DC - Dunia telah menjadi saksi berbagai peristiwa bencana dan kehancuran: Tsunami Aceh 2004, Badai Katrina, juga kebangkitan ISIS yang mengancam dunia.
Dua ahli keamanan nasional dan anti-terorisme yakin, malapetaka tersebut sejatinya bisa dielak. Mereka adalah R.P. Eddy, mantan direktur kontra-terorisme White House National Security Council dan Richard Clarke -- yang telah bekerja selama satu dekade di Gedung Putih sebagai koordinator nasional untuk keamanan dan antiteror.
Menurut mereka, pemerintah negara-negara dunia telah diperingatkan tentang beberapa peristiwa paling mengerikan. Namun, hal itu diabaikan.
Advertisement
Misalnya, pada 2012, Duta Besar Amerika Serikat untuk Suriah kala itu, Robert Ford telah memperingatkan Gedung Putih, bahwa kelompok mirip Al Qaeda akan terbentuk dan mengambil alih wilayah yang luas, bahkan kota-kota besar.
Dia membuat prediksi setelah melihat konflik yang mulai terjadi di Suriah.
Baca Juga
Namun, pandangan Ford diabaikan. Baru disadari kebenarannya setelah ISIS berkembang, menjadi lebih berbahaya, dan memicu teror global.
Bulan lalu, ISIS mengklaim bertanggung jawab atas insiden bom Manchester di konser Ariana Grande, yang menewaskan 22 orang. Kelompok teror itu juga mengaku menjadi dalang bom bunuh diri di Kabul, Afghanistan yang menewaskan 90 orang.
Tak hanya itu, orang pertama yang berhasil menyabet tiga penghargaan bergengsi -- Polk, Pultizer, dan Peabody, Laurie Garret memperkirakan lonjakan mematikan HIV/AIDS. Ia juga diabaikan.
Garret pada awalnya menemukan penurunan kekebalan di kalangan homoseksual atau gay-related immune deficiency (GRID).
"Pasien mengira mereka sedang menderita kanker, tapi hanya dengan melihat hypocrisy sarcoma di wajah mereka, Laurie Garrett tahu bahwa itu adalah penyakit menular dan ia menarik perhatian media," kata Eddy pada Huffington Post, seperti dikutip dari News.com.au, Jumat (2/6/2017).
Eddy dan Clarke merilis buku baru berjudul, Warnings: Finding Cassandras to Stop Catastrophes -- yang bertujuan mencegah bencana di masa depan dan memperingatkan mereka yang berkuasa untuk tidak berdiam diri.
Lalu, apa bencana masa depan yang mengancam penduduk Bumi?
Saksikan juga video menarik berikut ini:Â
Bak 'Mengundang Iblis'
Tak hanya menguak 'ramalan' masa lalu yang jadi kenyataan, R.P. Eddy dan Richard Clarke mengungkap prediksi masa depan yang lebih mengerikan.
Salah satunya, dengan perantaraan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Sebelumnya, bos SpaceX, Elon Musk yakin, manusia harus menyatu dengan mesin -- menjadi seperti cyborg -- agar tidak punah.
"Seiring waktu, aku menduga, kita makin dekat untuk menyaksikan penggabungan kecerdasan biologi dan digital," kata Musk dalam World Government di Dubai beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, komputer bisa berkomunikasi dalam satu triliun bit per detik sementara manusia hanya bisa berkomunikasi 10 bit per detik.
Saat Musk bicara soal kecerdasan buatan, yang ia maksud bukan hanya sekedar teknologi maju seperti mobil yang bisa berjalan tanpa sopir -- namun sebuah mesin yang lebih cerdas dari manusia manapun di muka Bumi.
Menurut Eddy, jika itu terwujud, hasilnya akan sangat berbahaya. Fisikawan teoritis Stephen Hawking juga mengatakan hal yang sama.
"Sejumlah orang berpendapat, itu sama seperti 'memanggil iblis'," kata Eddy. "Saat kita membuat komputer yang bisa memprogram sendiri, kita pasti akan menciptakan kecerdasan super."
Dia menambahkan, hampir semua ahli yakin bahwa akan tiba hari ketika komputer jauh lebih cerdas dari manusia. "Mungkin dalam 30 hingga 100 tahun. Tidak dalam waktu dekat, 3 tahun misalnya, namun pastinya kurang dari 200 tahun mendatang."
Di satu sisi, kata Eddy, kecerdasan buatan akan membantu menangani persoalan manusia seperti penuaan, kelaparan, energi, dan masalah iklim.
"Itu bisa menyelesaikan masalah kita. Namun, di sisi lain juga mengandung risiko memicu kepunahan. Mengakhiri peradaban manusia."
Advertisement
Perubahan Iklim Bukan Mitos
Ahli iklim Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), James Hansen sudah memprediksi terjadinya perubahan iklim pada 1988 siam.
Namun, menurut Eddy, prediksinya diabaikan dan para pemimpin dunia tak melakukan hal berarti untuk mencegah atau mengatasinya.Â
Saat ini meski sejumlah pemerintah bekerja sama untuk menciptakan strategi perubahan iklim, namun itu dirasa sudah terlambat.
"Jim Hansen kembali dan mengatakan, situasi akan jauh lebih parah. Model terkini soal kenaikan level permukaan air laut adalah kabar buruk," kata Eddy.
"Hansen memprediksi, kita akan kehilangan kota-kota di pesisir AS dan negara-negara pantai seperti Bangladesh. Kita akan mengalami perubahan cuaca dan pasang surut ekstrem dalam beberapa dekade ke depan, tak sampai makan waktu berabad-abad."
Eddy mengatakan, memang tidak ada indikasi bahwa prediksi Hansen akan kembali jadi kenyataan. Sejumlah ilmuwan juga mengatakan, belum ada cukup penelitian yang berhasil untuk membuktikan perubahan iklim.Â
Namun, Hansen mengatakan, ia tidak bisa mencairkan Greenland untuk membuktikan bahwa perubahan iklim adalah tantangan nyata.
Eddy mengaku sepakat dengan prediksi Hansen. Dari tahun 2005 sampai 2007, periset di Ergo -- perusahaan tempatnya bekerja-- mengumpulkan dan menelaah sejumlah penelitian terbaik terkait dengan perubahan iklim.
Mereka menemukan skenario terbaik dan skenario terburuk.
"Kenaikan permukaan air laut yang kita lihat sekarang melewati skenario terburuk," kata dia.
"Apa boleh buat? Bill Gates saja mengatakan, sudah terlambat. Saat melihat arus air di bawah lapisan es yang baru saja ditemukan, orang mungkin akan setuju, kenaikan permukaan air laut sedang terjadi," kata Eddy.
"Kami berharap, itu tidak benar. Sebab, jika benar, ongkosnya akan sangat mahal. Orang tak hanya harus mengubah gaya hidup, tapi juga berpindah negara."
Eddy mengatakan, jika kita bisa belajar bagaimana memprediksi bencana dengan benar, maka ada kemungkinan manusia bisa mengurangi risikonya.