Di Tengah Krisis Teluk, Qatar Akan Beli 24 Jet Tempur Inggris

Pembelian jet tempur dari Inggris ini merupakan kesepakatan pertahanan kedua yang dijalin di tengah Krisis Teluk.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 18 Sep 2017, 19:40 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2017, 19:40 WIB
Jet tempur jenis Eurofighter Typhoon
Jet tempur jenis Eurofighter Typhoon (AP)

Liputan6.com, Doha - Qatar akan membeli 24 jet tempur jenis Eurofighter Typhoon dari Inggris. Ini merupakan kesepakatan pertahanan kedua yang dicapai Qatar di tengah perselisihan diplomatiknya dengan Arab Saudi cs.

"Ini akan menjadi kontrak pertahanan utama perdana dengan Qatar, salah satu mitra strategi Ingris. Ini adalah momen penting dalam hubungan pertahanan kita dan dasar untuk kerja sama pertahanan yang lebih erat antar kedua negara," terang Menteri Pertahanan Inggris Michael Fallon seperti dikutip dari Al Jazeera pada Senin (18/9/2017).

"Kami juga berharap bahwa ini akan membantu meningkatkan keamanan di wilayah, di semua sekutu," imbuhnya.

Eurofighter Typhoon adalah proyek gabungan antara kelompok pertahanan Inggris BAE Systems, Airbus Prancis, dan Finmeccanica dari Italia. Harga per unit jet tempur tidak disebutkan.

Pada tahun 2014, BAE setuju untuk memasok 72 jet tempur Typhoon ke Arab Saudi dengan angka US$ 6 miliar.

Duta Besar Inggris untuk Qatar Ajay Sharma melalui media Twitter mengatakan bahwa kesepakatan tersebut merupakan langkah besar dalam hubungan pertahanan kedua negara.

Sebelumnya, tepatnya pada Juni lalu, Amerika Serikat menyetujui penjualan pesawat tempur jenis F-15 senilai US$ 12 miliar ke Qatar.

Sementara itu, pada tahun 2016, negara kecil namun super kaya tersebut juga membeli 24 jet tempur Dassault Rafale dari Prancis dalam kesepakatan senilai US$ 8 miliar.

Krisis Belum Berakhir

Krisis Teluk yang melibatkan Qatar dan Arab Saudi cs belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Doha menegaskan tidak akan mengubah kebijakan luar negerinya demi menyelesaikan konflik. Selain itu, mereka juga tidak akan pernah berkompromi atau menyerah atas tekanan sejumlah negara.

"Kami belum siap untuk menyerah dan tidak akan pernah siap untuk menyerah atas kemerdekaan kebijakan luar negeri kami," ujar Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani.

"Kami diisolasi karena kami sukses dan progresif. Kami adalah platform untuk perdamaian, bukan terorisme...Perselisihan ini mengancam stabilitas seluruh kawasan," ujarnya.

Sejak 5 Juni, sejumlah negara seperti Arab Saudi, Bahrain, Mesir, Uni Emirat Arab, Mauritius, Mauritania, Yaman, Libya, dan Maladewa memutuskan hubungan dengan Qatar. Mereka kompak menuding Doha mendukung terorisme dan musuh mereka, Iran.

Bagi Qatar sendiri, tuduhan tersebut tidak masuk akal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya