NASA: Sangat Kecil Kemungkinan Asteroid Menghantam Bumi pada 2019

NASA dan sejumlah ilmuwan Amerika Serikat menyebut, sangat kecil kemungkinan asteroid 2002 NT7 akan menghantam Bumi pada tahun 2019.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 14 Okt 2018, 17:12 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2018, 17:12 WIB
Ilustrasi asteroid Bennu
Ilustrasi asteroid (NASA)

Liputan6.com, Washington DC - Pada 9 Juli 2002, Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) menemukan objek angkasa luar yang berada dekat dengan Bumi atau near-Earth object (NEO), yang oleh NASA diberi nama sebagai (89959) 2002 NT7 atau populer disebut sebagai asteroid 2002 NT7.

Ketika hal itu diumumkan untuk pertama kali pada 16 tahun yang lalu, publik dan media dibuat cemas, karena, benda asing berdiameter 2-4 km itu kemungkinan mampu menghantam Bumi dengan kerusakan yang dahsyat. Kini, kekhawatiran itu mencuat kembali di dunia maya lewat simpang-siur informasi di sejumlah media sosial.

Menurut kalkulasi awal para astronom pada 2002, asteroid itu akan menghantam Bumi dengan kecepatan 27 kilometer per detik, dengan kekuatan 30 juta kali lebih besar dari bom atom Hiroshima 1945.

Namun, setelah melakukan kalkulasi lebih lanjut dan lebih mendalam, NASA mengumumkan bahwa sangat kecil kemungkinan asteroid 2002 NT7 akan menghantam Bumi pada 2019.

"Ancamannya sangat kecil, dengan kemungkinan 1 berbanding 250.000. Perbandingan itu sangat kecil," kata Manajer Program Near-Earth Object untuk Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA, Don Yeomans dalam wawancara di laman resmi NASA pada 30 Juli 2002, seperti dilansir kantor berita Agence France-Presse (AFP) via Spacedaily.com, dikutip Minggu (14/10/2018).

Senada, Karen Masters (associate professor di Haverford College Pennsylvania) juga menyatakan bahwa kecil kemungkinan asteroid 2002 NT7 akan menghantam Bumi pada 2019 atau 2-3 tahun mendatang. Bahkan, ia memperkirakan bahwa asteroid 2002 NT7 tak lagi berpotensi menimbulkan ancaman bagi Bumi.

Astronom lulusan Cornell University Amerika Serikat dan Oxford University Inggris itu memberikan penjelasan tertulis dalam laman resmi Cornell University:

"Menurut kalkulasi 2004 (pembaruan atas kalkulasi 2002), kemungkinan asteroid itu menghantam Bumi adalah 1 berbanding 100.000 yang masuk dalam kategori berisiko sangat minim," kata Masters.

"Per data Juli 2015 (yang dihimpun oleh Masters dari Cornell University, NASA dan beberapa lembaga lain), asteroid itu TIDAK akan bertabrakan dengan Bumi dalam waktu dekat."

"Menurut kalkulasi (tahun 2015), pada 15 Januari 2099, asteroid itu (2002 NT7) akan berjarak 0,37 AU (astronomical unit) dari Bumi (atau lebih dari 100 kali jarak Bumi ke Bulan, yakni sekitar 384-400 juta km). Dan itu adalah jarak terdekatnya dengan Bumi hingga setidaknya tahun 2199," jelas Masters.

"Asteroid 2002 NT7 pun juga sudah tidak dianggap ancaman berbahay bagi Bumi ... karena, berdasarkan data dan model kalkulasi yang ada, 2002 NT7 tidak akan menabrak Bumi."

"Lantas, bagaimana jika ternyata benar-benar ada sebuah asteroid yang berada di lintasan untuk menabarak Bumi? Lembaga antariksan nasional akan mengeluarkan peringatan sejak beberapa tahun sebelumnya. Dan dengan teknologi yang terus dikembangkan, ilmuwan bisa membelokkan atau menghancurkan objek itu saat masih berada di angkasa luar," lanjutnya.

Masters juga mengimbau agar publik tidak gampang termakan pemberitaan media dan harus terus bersikap skeptis.

Ia menganjurkan agar publik meninjau situs-situs resmi badan antariksa nasional setempat atau badan antariksa asing seperti laman Asteroid Watch dan Near-Earth Object Program yang dikelola NASA, agar tidak termakan tentang informasi atau berita hoaks seputar asteroid yang menghantam Bumi.

 

Simak video pilihan berikut:

Ini Kiat NASA Jika Ada Asteroid Hendak Menabrak Bumi

Pusat badai Lane dilihat dari citra satelit milk NASA pada Kamis 23 Agustus 2018 (NASA)
Ilustrasi (NASA)

Walau belum bisa dinyatakan berbahaya, ancaman asteroid yang bisa jatuh ke Bumi sudah jadi sorotan bagi NASA.

Badan Antariksa Amerika Serika tersebut juga sudah berencana mengembangkan ‘senjata’ khusus untuk menghancurkan objek luar angkasa ini jika mendekati Bumi.

Terkini, NASA baru saja berdiskusi dengan pemerintah Amerika Serikat dan pihak Gedung Putih untuk memutuskan strategi terbaik jika memang asteroid nanti mendekati Bumi.

Menurut yang dilansir The Independent pada Minggu (24/6/2018), NASA juga mengerahkan para ilmuwannya untuk meneliti objek luar angkasa terdekat Bumi dengan mengukur dan memperkirakan risiko.

Diungkapkan Planetary Defence Officer NASA Lindley Johnson, ilmuwan telah menemukan beberapa 95 persen objek Near Earth (dekat dengan Bumi) dengan ukuran satu kilometer atau lebih. Namun, tidak semua masuk ke dalam status bahaya untuk saat ini.

Hingga sekarang, NASA telah mengumpulkan sekitar 18.310 objek luar angkasa dari segala ukuran.

Mereka memanfaatkan teleskop untuk memantau pergerakan asteroid dan akan memperingati Bumi jika benda tersebut mendekati orbit.

Adapun senjata penghancur asteroid milik NASA merupakan sebuah pesawat luar angkasa kecil dengan senjata api untuk menghancurkan asteroid hingga berkeping-keping.

NASA mengungkap, senjata bernama DART (Double Asteroid Redirection Test) miliknya itu akan rampung dan siap diterbangkan ke luar angkasa pada Oktober 2022.

Tugas DART nanti akan melayang pada trayek yang sudah diatur NASA untuk menemukan dua asteroid biner yang akan dihancurkan, yakni Didymos A dan Didymos B.

Mereka kerap disebut dengan julukan asteroid kembar, dan ditengarai merupakan objek yang juga berisiko bisa menghantam Bumi. "Dua asteroid itu akan menjadi sasaran pertama DART," kata Tom Statler, ilmuwan DART di NASA.

"Didymos B ada di orbit dekat Didymos A. Karena itu, sangatlah mudah untuk mencari keduanya. Eksperimen ini tak akan mengubah jarak mereka mendekati Bumi," lanjut Statler.

DART akan menggunakan sistem target on-board, di mana ia akan mendekati Didymos B dan menembakkan senjata api untuk menghancurkannya dalam kecepatan 3,7 mil per detik. Setelah itu, DART baru akan mengincar Didymos A.

"DART adalah langkah paling kritis dalam mendemonstrasikan bagaimana kami bisa melindungi planet dari ancaman asteroid," kata Andy Cheng, salah satu ilmuwan DART dari Johns Hopkins Laboratory.

"Kami tak terlalu tahu seperti apa struktur internal dan komposisi dari objek alam seperti asteroid. Maka itu, Didymos bukan satu-satunya asteroid yang jadi target DART," ia menerangkan.

 

Fasilitas Khusus

Samudera Pasifik dari International Space Station (sumber: NASA)
Ilustrasi (sumber: NASA)

Tak cuma membangun DART, NASA sebelumnya juga membangun fasilitas pertahanan khusus untuk memantau gerak-gerik asteroid. NASA menyebut bangunan ini sebagai 'kantor' barunya, yang juga menjadi bagian dari NASA Planetary Science Division.

Fasilitas bernama Planetary Defense Coordination Office itu memiliki wewenang untuk mengumumkan peringatan benda asing yang berada di dekat Bumi.

Hal tersebut sejalan dengan misi NASA yang sudah dicanangkan sebelumnya, untuk bertugas untuk mendeteksi Near Earth Object (NEO) seperti asteroid dan puing objek sampah luar angkasa.

Untuk memantau gerak-gerik benda luar angkasa, NASA menugaskan divisi Jet Propulsion Laboratory Near Object Program melihat seberapa besar ancaman potensi asteroid ke Bumi berdasarkan sistem monitoring sentry.

Diungkap lebih lanjut, jaringan radio teleskop di seluruh Amerika Serikat dan inframerah teleskop luar angkasa NEOWISE juga turut serta membantu pelacakan dan pengamatan benda asing tersebut.

"Pembentukan fasilitas ini sesuai dengan komitmen NASA untuk menjunjung kepemimpinan nasional dan internasional dalam upaya mendeteksi dampak bahaya alam," tutur Lindley Johnson, Planetary Defense Officer NASA.

Jika benar ada ancaman benda asing yang berada di dekat Bumi, Planetary Defense Coordination Office akan melaporkan ke Federal Emergency Management Agency untuk melakukan tindakan darurat.

Setelah asteroid atau benda lain selesai dideteksi NASA, Badan Antariksa tersebut akan memperkirakan presisi orbit objek itu untuk segera ditangani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya