Bom Bunuh Serang Bus Pemerintah di Ibu Kota Afghanistan, 7 Orang Tewas

Seorang pria melakukan serangan bom bunuh diri terhadap bus pemerintah di ibu kota Afghanistan, Rabu 31 Oktober, menewaskan tujuh orang.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 31 Okt 2018, 16:03 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2018, 16:03 WIB
Ilustrasi ledakan bom
Ilustrasi ledakan bom (iStockPhoto)

Liputan6.com, Kabul - Seorang pembom bunuh diri dilaporkan telah menargetkan bus pegawai pemerintah Afghanistan di dekat penjara terbesar di ibu kota Kabul, Rabu siang.

Aksi nekat tersebut menewaskan sedikitnya tujuh orang, kata para pejabat, yang menyebutnya sebagai serangan terakhir yang melanda ibu kota Afghanistan dalam satu bulan terakhir.

Dikutip dari The Straits Times pada Rabu (31/10/2018), lima orang lainnya dilaporkan terluka dan bus yang disasar berada dalam kondisi rusak berat.

Juru bicara polisi setempat, Basir Mujahid, mengatakan bahwa pelaku --yang masih diseldiik identitasnya-- menabrakkan diri ke bus yang tengah melaju membawa staf penjara Pul Charkhi.

"Penyerang itu berjalan kaki, dan sengaja menabrakkan diri ke arah bus yang berjalan pelan," jelas Mujahid.

Belum ada klaim tanggung jawab dari pihak manapun terkait ledakan tersebut.

Serangan itu terjadi beberapa hari setelah seorang pembom bunuh diri meledakkan dirinya di dekat pintu masuk Komisi Pemilihan Independen Afghanistan di Kabul, menewaskan sedikitnya satu orang dan melukai enam lainnya.

 

Simak video pilihan berikut; 

Kekeringan yang Kian Mengkhawatirkan

ilustrasi kemarau dan kekeringan
(Foto: Tama66/Pixabay) Ilustrasi kemarau dna kekeringan.

Sementara itu, beberapa laporan swasta mengatakan bahwa kekeringan akut di Afghanistan lebih menyengsarakan rakyat dibandingkan perang dengan kelompok Taliban.

Laporan itu juga menyebut bahwa kekeringan telah membuat jumlah masyarakat yang telantar meningkat hampir 50 persen sejak dua silam.

Kekeringan menambah penderitaan di Afghanistan, di mana tingkat kekerasan dilaporkan meningkat sejak 2014, ketika pasukan internasional secara resmi mengakhiri misi tempur mereka.

Taliban sekarang dilaporkan mengendalikan lebih banyak wilayah di Afghanistan dibandingkan ketika invasi pimpinan AS melemahkan mereka pada 2001.

Akan tetapi, PBB mengatakan bahwa tahun 2018 ini, kekeringan telah membuat lebih banyak orang Afghanistan menderita, daripada yang disebabkan konflik antara Taliban dan pemerintah.

Qadir Assemy dari Program Pangan Dunia PBB (UNWFP) membantu mengoordinasikan upaya bantuan di Herat, salah kota yang paling terdampak bencana kekeringan.

PBB mengalokasikan dana US$ 34,6 juta (setara Rp 552 milair, dengan kurs Rp 15.179 per dolar AS) untuk membantu 2,2 juta orang yang menderita dampak kekeringan di Afghanistan.

Saat ini, UNWFP mengutamakan pendistribusian dana bantuan tersebut untuk mencukupi kebutuhan pangan dasar warga di wilayah barat Afghanistan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya