Asia Pasifik Ingin KTT Donald Trump dan Kim Jong-un Membuahkan Hasil Konkret

Pemerintah negara Asia-Pasifik berharap pertemuan Donald Trump - Kim Jong-un jilid dua membuahkan hasil konkret denuklirisasi.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Feb 2019, 12:02 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2019, 12:02 WIB
Keakraban Donald Trump dan Kim Jong-un Saat Berjalan di Taman
Suasana saat Presiden AS Donald Trump (kiri) dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berjalan di taman Hotel Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). Trump dan Kim optimis bahwa KTT akan sukses. (Anthony Wallace/Pool/AFP)

Liputan6.com, Seoul - Pemerintah negara Asia-Pasifik, pada Rabu 6 Februari 2019, mengungkapkan harapan bahwa pertemuan tingkat tinggi ke-2 antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Vietnam akhir Februari ini akan membuahkan hasil konkret yang mengarah pada denuklirisasi sepenuhnya Semenanjung Korea.

Trump mengumumkan dalam pidato kenegaraannya, Selasa 5 Januari 2019 malam waktu Amerika, bahwa KTT ke-2 itu akan berlangsung tanggal 27 - 28 Februari 2019. Vietnam digadang-gadang menjadi lokasi pertemuan.

Seorang juru bicara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan, Korea Selatan berharap AS dan Korea Utara akan menghasilkan kesepakatan yang lebih konkret dan praktis selama pertemuan itu, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (7/2/2019).

Kedua pemimpin bertemu pertama kali di Singapura, Juni 2018, dan berakhir dengan janji yang tidak jelas dari Kim Jong-un untuk mengusahakan denuklirisasi, atau tanpa rencana konkret bagaimana usaha itu akan dilakukan.

Juru bicara kepresidenan Korea Selatan, Kim Eui-kyeom mengatakan di Seoul, Vietnam akan menjadi tempat yang sangat sesuai bagi AS dan Korea Utara untuk menuliskan sejarah baru hubungan mereka.

Jepang juga berharap, KTT itu akan "berarti" dan mengarah pada denuklirisasi sepenuhnya Semenanjung Korea.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga juga mengangkat masalah warga negara Jepang yang diculik Korea Utara pada 1970-an dan 1980-an, dengan mengatakan bahwa itu merupakan isu paling penting terkait Korea Utara.

Menlu Australia Marise Payne mengatakan, menegakkan sanksi-sanksi internasional yang diberlakukan terhadap Korea Utara merupakan hal penting dalam memastikan komitmen Korea Utara pada denuklirisasi.

 

Simak video pilihan berikut:

Laporan PBB: Korea Utara Masih Menyimpan Senjata Nuklir

Jabat Tangan Perdana Trump dan Kim Jong-un
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggapai tangan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un untuk bersalaman dalam pertemuan bersejarah di resor Capella, Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6). (AP Photo / Evan Vucci)

Korea Utara sedang menggerakkan senjata nuklir dan balistiknya untuk menyembunyikannya dari kemungkinan serangan militer Amerika Serikat, menurut seorang diplomat Dewan Keamanan PBB.

Diplomat itu, mengutip "laporan dua tahunan PBB" yang rahasia, juga menyebut bahwa program nuklir dan rudal Korea Utara tetap utuh dan tidak menunjukkan perubahan dalam perilaku, demikian seperti dikutip dari CNN, Rabu (6/2/2019).

Laporan itu mengemuka ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan tanggal pertemuan tingkat tinggi kedua dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un pada 27 - 28 Februari 2019. Keduanya diperkirakan akan melanjutkan kesepakatan denuklirisasi hasil dari pertemuan pertama mereka di Singapura pada Juni 2018.

Pekan lalu, Trump memuji Korea Utara untuk "kemajuan luar biasa" dalam negosiasi.

Tetapi, sumber diplomatik PBB mengatakan kepada CNN bahwa "laporan dua tahunan PBB" terbaru menunjukkan Pyongyang berusaha untuk menjaga program nuklir dan balistiknya siap diluncurkan.

Diplomat PBB itu mengatakan, laporan menemukan "bukti tren yang konsisten di pihak DPRK (singkatan dari nama resmi Korea Utara) untuk membubarkan lokasi perakitan, penyimpanan, dan pengujiannya."

Panel para ahli yang menyusun laporan dibentuk setelah beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB yang bertujuan menekan Pyongyang untuk menghentikan uji coba nuklir dan peluncuran rudal.

Laporan telah disampaikan kepada komite sanksi Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang pada Jumat 1 Februari 2019, kata sumber diplomatik PBB itu kepada CNN.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya