Cuaca Ekstrem Picu Fenomena Langka, Bikin Gurun Terkering di Dunia Kebanjiran

Akibat cuaca ekstrem, gurun yang disebut paling terkering di dunia mengalami bencana banjir langka.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 10 Feb 2019, 17:02 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2019, 17:02 WIB
ilustrasi kemarau dan kekeringan
(Foto: Tama66/Pixabay) Ilustrasi kemarau dna kekeringan.

Liputan6.com, Santiago - Saat ini, Chile tengah mengalami gejala cuaca ekstrem, di mana terjadi bencana banjir dan kebakaran hutan dalam satu waktu.

Di utara negara itu, tepatnya di kawasan Pegunungan Andes, hujan deras menyebabkan aliran air yang sangat deras ke wilayah Gurun Atacama di bawahnya. Hal itu menjadikan area terkering di dunia tersebut kebanjiran, suatu fenomena yang sangat langka.

Dikutip dari The Guardian pada Minggu (10/2/2019), derasnya aliran air juga menyapu rumah-rumah dan jalan-jalan yang berada di sekitar Pegunungan Andes, sehingga mendesak ribuan orang untuk mengungsi.

Presiden Sebastian Piñera mendeklarasikan "zona darurat" di Chile utara pada Jumat 8 Februari, setelah hujan lebat menghancurkan provinsi El Loa di negara itu.

Banjir menyebabkan enam kematian dan menghancurkan hampir 100 rumah, Kantor Darurat Nasional mengatakan pada hari Sabtu. Lansiran untuk hujan deras berlaku di kota Arica, Parinacota dan Tarapaca.

Sementara itu di Chile selatan, suhu terik akibat cuaca ekstrem memicu kebakaran hutan, membuat pemerintah menyatakan kondisi darurat bencana di beberapa daerah.

Cuaca ekstrem juga menyebabkan lebih dari 600 titik api terlihat di wilayah tersebut, yang mencakup 9.500 hektar, lebih besar dari tahun sebelumnya. Hal tersebut memicu kerugian pada industri perkebunan pinus dan eukaliptus.

Ibukotanya, Santiago, belum menerima curah hujan tahunan rata-rata dalam satu dekade, sementara suhu di kota itu menembus rekor ketiga kalinya, sebagai kondisi cuaca terpanas dalam tiga tahun terakhir.

 

Simak video pilihan berikut:

 

Turut Terjadi Berbagi Anomali Cuaca Lain

Ilustrasi cuaca panas
Ilustrasi cuaca panas. Sumber foto: unsplash.com/Maxime Bhm.

Serangkaian kondisi anomali di atas merupakan bagian dari pola cuaca yang semakin ekstrem di Chile, yang membentang sepanjang 4.270 kilometer di sepanjang pantai barat daya Amerika Selatan.

"Chile perlu berpikir tentang bagaimana beradaptasi dengan perubahan iklim, karena memiliki iklim yang terisolasi sehingga membuatnya lebih rentan terhadap kekeringan," kata Park Williams, seorang hidroklimatolog di Columbia University di New York.

"Selama beberapa dekade terakhir, suhu telah meningkat dan curah hujan menurun di Chile tengah, membuatnya lebih rentan terhadap kebakaran hutan," lanjutnya memperingatkan.

Badai juga telah mempengaruhi aktivitas pertambangan di situs tembaga milik negara Codelco dan Freeport McMoran, yang mengoperasikan tambang di dekat Kota Calama.

Operasi di beberapa fasilitas perlahan-lahan dilanjutkan pada hari Sabtu, setelah sempat tertunda selama lebih dari tiga hari.

Selain itu, hujan badai yang kuat hingga sedang, juga diperkirakan akan berlanjut hingga akhir pekan ini, menurut lembaga pemantau cuaca Chile, Meteochile.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya