Serangan Jet Tempur Rusia Tewaskan 25 Orang di Idlib Suriah

Setidaknya 25 orang tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh pesawat jet tempur Rusia di wilayah Idlib, Suriah.

oleh Siti Khotimah diperbarui 11 Jun 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2019, 14:00 WIB
Serangan Militer Suriah ke Markas Militan di Idlib
Kendaraaan relawan White Helmets mencari korban di lokasi serangan militer di Provinsi Idlib, Suriah, Minggu, (7/1). Militer Suriah kehilangan Provinsi Idlib pada 2015 dan dikontrol oleh militan. (Syrian Civil Defense White Helmets via AP)

Liputan6.com, Damaskus - Setidaknya 25 orang tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh pesawat jet tempur Rusia di wilayah Idlib, Suriah.

Sebanyak 13 orang tewas setelah jet Sukhoi Rusia menjatuhkan bom di Desa Jebala, Provinsi Idlib bagian selatan, menurut warga dan regu penyelamat sipil mengatakan kepada Reuters dikutip dari situs Al Jazeera pada Selasa (11/6/2019). Di antara korban meninggal termasuk wanita dan anak-anak.

Adapun 12 lainnya meregang nyawa dalam sebuah operasi yang melibatkan jet Rusia di Kota Khan Sheikhoun, Kafr Battikh, dan beberapa desa lain di Suriah menurut tim penyelamat lokal.

Dalam beberapa pekan terakhir, kubu pemberontak Suriah di barat laut negara itu telah menjadi target serangan oleh pemerintah yang didukung Rusia, meskipun telah menjadi bagian dalam kesepakatan zona penyangga. Kekhawatiran meningkat bagi sekitar tiga juga penduduk wilayah itu.

Sejak diluncurkan pada akhir April, kampanye udara besar yang dilakukan Moskow telah menewaskan lebih dari 1.500 orang dengan lebih dari separuh warga tewas adalah warga sipil.

Lebih dari 300.000 orang telah melarikan diri ke tempat aman di dekat perbatasan dengan Turki, kata PBB dan sebuah lembaga bantuan.

Serangan yang didukung oleh Rusia sejauh ini masih gagal untuk menerobos ke wilayah pemberontak di wilayah Hama utara dan provinsi Idlib bagian selatan. Di kedua wilayah itu, pemberontak yang didukung Turki bersama para pejuang yang bersatu dengan kelompok-kelompok terkait al-Qaeda melakukan perlawanan sengit di benteng terakhir mereka yang tersisa.

Rusia dan Pemerintah Suriah Membantah

Presiden Suriah Bashar al-Assad ke Ghouta Timur
Presiden Suriah Bashar al-Assad berbincang dengan pasukan pemerintah di garis depan wilayah Ghouta Timur, Minggu (18/3). Ini adalah pertama kalinya Assad mengunjungi daerah ini selama bertahun-tahun. (HO/SYRIAN PRESIDENCY FACEBOOK PAGE/AFP)

Pihak Rusia dan tentara Suriah membantah tuduhan melakukan serangan udara, khususnya pengeboman, tanpa pandang bulu ke wilayah sipil, ataupun kampanye untuk melumpuhkan kehidupan di daerah yang dikuasai oleh pihak oposisi.

Kedua pihak tersebut berdalih memerangi militan yang diilhami oleh kelompok teroris al-Qaeda.

Menurut Moskow, pemberontak telah melanggar gencatan senjata dengan menyerang daerah yang dikuasai pemerintah. Selain itu, Turki juga dianggap gagal memenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan yang didapat tahun lalu, yakni menciptakan zona penyangga di daerah yang mewajibkan mengusir pemberontak.

Hampir setengah dari perkiraan tiga juta penduduk di barat laut Suriah --termasuk provinsi Idlib dan beberapa provinsi tetangga-- telah melarikan diri dari pertempuran di tempat lain, menurut PBB.

Warga sipil di daerah-daerah yang dikuasai pemberontak, di mana banyak yang menentang untuk kembali ke pemerintahan satu partai Presiden Suriah Bashar al-Assad, melihat ke Turki. Khususnya, sejak Ankara terus membangun kehadiran militer di daerah itu dan berlaku menjadi pelindung terhadap serangan yang dipimpin Rusia.

Rumah Pengungsi Juga Dihancurkan

Kompleks bangunan apartemen sisa perang Suriah di Aleppo roboh, menyebabkan 11 orang tewas (AFP/George Ourfalian)
Kompleks bangunan apartemen sisa perang Suriah di Aleppo roboh, menyebabkan 11 orang tewas (AFP/George Ourfalian)

Pada awal bulan ini, pemerintah Suriah juga meledakkan beberapa hunian di zona industri Qaboun, yang merupakan bekas kubu oposisi di luar ibu kota Damaskus.

Laporan kerusakan dan kehilangan menyeruak setelah pemerintah Suriah melakukan puluhan pembersihan di seantero negeri, yang menurut catatan para aktivis dan analis, kian menunjukkan pola mengkhawatirkan.

Dikutip dari The Guardian pemusnahan semacam ini terjadi hampir setiap hari, dengan menggunakan berbagai alasan, termasuk dalih balasan atas kerusakan properti yang meluas.

Hancurnya pemukiman tersebut berisiko membuat jutaan pengungsi di luar negeri kehilangan tempat tinggal, ketika mereka mungkin mempertimbangkan untuk kembali pulang seetlah perang delapan tahun itu berakhir.

Lebih dari 12 juta warga Suriah meninggalkan rumah mereka, di mana 5,6 juta meninggalkan negara itu dan 6,6 juta lainnya mengungsi secara internal.

Banyak dari pengungsi tersebut merupakan pendukung atau simpatisan kubu oposisi.

Presiden Bashar al-Assad telah mendesak para pengungsi untuk pulang, dan berjanji bahwa mereka yang "jujur" akan dimaafkan karena menentangnya.

Namun, menurut laporan para aktivis HAM menyebut ratusan orang telah ditangkap saat kembali ke Suriah. Banyak dari mereka mengaku disiksa, dan yang lainnya dikenai wajib militer.

Laporan tersebut juga menambahkan bahwa pemerintah Suriah telah menggunakan undang-undang perumahan, termasuk 45 kebijakan baru yang disahkan selama konflik, untuk merebut properti pendukung pemberontak, dan memecah komunitas yang menentangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya