Liputan6.com, Jakarta - Prancis sedang dilanda polemik terkait kebebasan berpendapat dan kehidupan beragama. Kartun Nabi Muhammad yang dirilis Charlie Hebdo memancing kasus terorisme yang menewaskan guru dan korban-korban lain.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengecam aksi teror yang terjadi. Ia menyebut kasus ini sebagai tindakan Muslim radikal. Pernyataan tersebut mendapat respons pedas dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang meminta agar produk Prancis di boikot.
Advertisement
Baca Juga
Menurut cendekiawan Nahdlatul Ulama Zuhairi Misrawi, pernyataan Macron dinilai kurang bijak. Pemimpin Prancis itu disarankan mempelajari kedudukan Nabi Muhammad SAW bagi umat Muslim untuk mencegah teror berulang.
"Presiden Macron mestinya juga mengkritisi pembuat kartun itu," ujar Zuhairi Misrawi kepada Liputan6.com, Jumat (30/10/2020).
"Pernyataan Presiden Macron seolah membenarkan kebencian terhadap nabi. Ini yang kemudian perlu satu kearifan dan kedewasaan dari Presiden Macron untuk mengetahui, paham, cara berpikir keyakinan dari umat Islam, bahwa Nabi Muhammad adalah nabi yang membawa perubahan besar bagi umat Islam dan dunia," jelas pria yang akrab disapa Gus Mis itu.
Meski demikian, Gus Mis tidak pula mendukung retorika Erdogan. Gus Mis menilai situasi ini membutuhkan dialog, bukan tindakan jangka pendek. Ia juga berkata omongan Erdogan masih terkait pemilu Turki pada 2023 mendatang.
"Sekarang sudah tersebar bahwa presiden Erdogan juga memakai produk Prancis. Jadi mestinya ada jembatan dialog karena ini sesuatu yang tidak disikapi dalam konteks jangka pendek. Ini sesuatu yang jangka panjang," kata Gus Mis.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tetap Cooling Down
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menyayangkan munculnya karikatur Nabi Muhammad di Prancis. Meski demikian, ia menyebut agar umat Muslim di Prancis tentang tenang dan menghindari provokasi.
"Idealnya tetap cooling down, tidak terpovokasi dengan berbagai isu yang ada, karena biar bagaimanapun mereka bagian dari tradisi di Prancis, maka dia perlu menghormati apa yang menjadi kebijakan pemerintah karena mereka warga negara Prancis," jelas Yon Machmudi kepada Liputan6.com.
"Patut disayangkan adanya diulangnya kembali karikatur yang mengarah kepada penghinaan kepada Nabi Muhammad," lanjutnya.
Yon Machmudi juga menganggap pernyataan Presiden Macron terlalu gegabah dan emosional dalam menyikapi apa yang terjadi. Ia berkata tindakan ini dilakukan oleh oknum tertentu, sementara ajaran Islam justru tidak mendukung pelampiasan kekerasan.
"Ini harus dipisahkan antara oknum dan Islam sebagai agama atau umat Islam secara keseluruhan. Umat Islam juga mengecam tindakan pembunuhan itu," jelasnya.
Terkait ajakan boikot dari Erdogan, Yon Machmudi tidak terlalu mempermasalahkan. Hanya, ia berharap agar tidak ada tindakan yang destruktif.
Advertisement
Pesan bagi Muslim Prancis
Di tengah situasi yang masih panas, Gus Mis meminta agar umat Muslim di Prancis dapat berbesar hati. Ia berkata agar umat Muslim tetap memegang teguh ajaran Islam yang ramah tamah dan universal.
"Muslim Prancis mestinya harus menunjukan kebesaran Islam, keramahtamahan Islam, karena ini menjadi tantangan dari kita semua untuk menunjukan bahwa Nabi Muhammad itu membawa ajaran cinta ke dunia. Ajaran Islam Rahmatan lil Alamin," ujarnya.Â
"Pemahaman orang-orang barat terhadap Nabi Muhammad masih belum berubah," ia menambahkan.
Gus Mis menilai pandangan negatif terhadap umat Muslim di barat masih terkait kolonialisme di masa lalu. Saat ini, Gus Mis menyebut makin banyak cendekiawan di barat yang mulai memahami Islam, namun umat Muslim tetap diminta aktif menunjukan sisi positif Islam.
"Ini harus ada upaya yang serius dari kita untuk menunjukan keramahtamahan ajaran Islam,"Â sarannya.