Liputan6.com, Moskow - Isu kartun Nabi Muhammad dan aksi terorisme di Prancis menjadi sorotan Presiden Rusia Vladimir Putin di 2020. Presiden Putin membahas antara kebebasan berpendapat, umat beragama, serta kekerasan yang terjadi.
Pada 16 Oktober 2020, guru sejarah di Prancis bernama Samuel Paty dipenggal di jalanan oleh seorang teroris. Motifnya karena Samuel Paty membahas kartun Nabi Muhammad di kelasnya. Ia menunjukan kartun itu dalam topik kebebasan berpendapat.
Advertisement
Baca Juga
Presiden Putin menyayangkan adanya kartun yang menghina agama lain, tetapi ia juga menolak respons berupa kekerasan.
"(Mereka) yang bertindak tanpa berpikir, menghina agama dan perasaan umat beragama, seharusnya ingat bahwa pastinya ada balasan. Akan tetapi, di sisi lain, ini seharusnya tidak agresif," ujar Vladimir Putin kepada RT.com, dilansir Jumat (18/12/2020).
Putin lantas secara spesifik menyorot kejadian di Prancis. Ia menyatakan bahwa "multikulturalisme telah gagal."
Presiden Emmanuel Macron mengecam pembunuhan Samuel Paty sebagai terorisme agama. Omongan Macron menjadi kontroversial di kalangan negara mayoritas Muslim, hingga akhirnya Macron menulis klarifikasi bahwa ia tidak anti-agama manapun.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jokowi Sempat Kecam Macron
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sempat menegaskan bahwa Indonesia mengecam aksi kekerasan yang terjadi di Paris dan Nice. Indonesia juga mengecam pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron karena dianggap telah melukai perasaan umat islam di seluruh dunia.
"Indonesia juga mengecam keras pernyataan Presiden Prancis yang menghina agama Islam, yang telah melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia," kata Jokowi, Sabtu 31 Oktober 2020.
Jokowi menyebut, pernyataan Macron dapat memecah belah persatuan antar umat beragama di dunia. Padahal, saat ini dunia tengah dilanda pandemi virus corona.
"Di saat dunia memerlukan persatuan untuk menghadapi pandemi COVID-19," ucapnya.
Advertisement
Klarifikasi Emmanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron merilis surat klarifikasi atas tudingan yang menyebutnya anti-Islam. Ia menegaskan negaranya anti-separatisme dan anti-terorisme, bukan anti agama tertentu.
Kontroversi terkait ucapan Macron mencuat setelah kasus-kasus terorisme di Paris dan Nice. Salah satu korbannya adalah guru yang dibunuh di jalanan.
Emmanuel Macron juga mengutip ucapan Ibnu Sina dalam suratnya.
Presiden Macron menyebut melihat ada kalangan tertentu di Prancis yang menyebar ajaran radikal. Mereka itulah yang dikecam Macron sebagai separatis.
"Di beberapa distrik serta internet, ada kelompok-kelompok Islam radikal yang memberi ajaran kepada anak-anak Prancis untuk membenci Republik, mengajak agar tidak menghormati undang-undang. Itulah yang saya panggil 'separatisme' dalam pidato saya," tulis Presiden Macron di situs kepresidenan Elysee, Kamis 5 November 2020.
Presiden Macron menjelaskan ada orang-orang yang bertindak tak sesuai dengan nilai-nilai Prancis. Contohnya di beberapa daerah ada yang menyuruh anak-anak balita memakai voile integral (cadar atau niqab). Mereka juga memisahkan anak laki-laki dan perempuan.
Otoritas daerah setempat mengupayakan dialog dengan kelompok tersebut, namun mereka risau terhadap ancaman serangan pisau.
"Melawan hal itulah hari ini Prancis berjuang. Melawan proyek-proyek kebencian dan kematian yang membahayakan anak-anak kita. Tidak pernah melawan Islam," ujar Macron.
"Melawan tipu daya, melawan fanatisme, melawan ekstremis berbahaya. Bukan agama," ia menegaskan.
Baca selengkapnya klarifikasi Presiden Macron...