Will Smith Menampar Chris Rock, Ahli Psikologi: Bahaya Bertindak Tanpa Berpikir

Kasus Will Smith: ahli psikologi menyebut membiarkan diri kita terbawa emosi bisa membawa dampak buruk.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 29 Mar 2022, 12:32 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2022, 12:32 WIB
Will Smith Ngamuk dan Pukul Chris Rock di Piala Oscar 2022
Will Smith (kanan) memukul presenter Chris Rock di atas panggung Piala Oscar 2022 saat mempersembahkan penghargaan untuk film dokumenter terbaik di Dolby Theatre, Minggu (27/3/2022). Will Smith merasa lawakan sang komedian terkait istrinya, Jada Pinkett Smith keterlaluan. (AP Photo/Chris Pizzello)

Liputan6.com, Los Angeles - Will Smith menampar pembawa acara di acara Academy Awards 2022. Pembawa acara Chris Rock ditampar usai membuat lelucon tentang rambut istri Will Smith. 

Awalnya, Will Smith ikut tertawa, namun istrinya terlihat tampak tak senang. Beberapa saat kemudian, Will Smith naik panggung dan menampar Chris Rock. 

Ahli psikologi David Schwartz berkata tindakan Will Smith mencontohkan bahaya dari bertindak tanpa berpikir dengan dingin. Will Smith dinilai membiarkan emosi mengendalikan tindakannya. Konsekuensi hal tersebut bisa berbahaya.

"Contohnya, apabila Will Smith membawa senjata semalam, akankan ia menggunakannya? Ada ribuan orang di penjara saat ini yang menjalani hukuman keras karena mereka membiarkan emosi mereka mengendalikan mereka dan mengendalikan tindakan mereka," ujar David Schwartz di situs Psychology Today, dilansir Selasa (29/3/2022).

"Saya yakin beberapa kali seseorang beraksi dengan kekerasan, mereka mungkin segera menyesali aksi-aksi mereka setelah sudah terlambat," lanjut Schwartz yang merupakan pakar pernikahan dan remaja.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tak Ada Hak untuk Serang Orang

Chris Rock ditampar Will Smith di Piala Oscar 2022. (AP Photo/Chris Pizzello)
Chris Rock ditampar Will Smith di Piala Oscar 2022. (AP Photo/Chris Pizzello)

David Schwartz menyarankan agar kita bisa membedakan antara perasaan yang sedang emosi dan logika. Apabila perasaan ingin menyakiti seseorang, jangan sampai itu dituruti. 

"Hanya karena kita merasa ingin menyakiti seseorang bukan berarti kita harus melakukannya. Hanya butuh satu momen untuk kehilangan kontrol untuk berdampak kepada keseluruhan hidup seseorang," ujarnya.

Schwartz juga mengingatkan bahwa kadang kalan lelucon bisa menyakitkan, namun itu tidak bisa dijadikan alasan untuk berbuat kekerasan. 

"Kita punya hak untuk menyuarakan ketidaksukaan kita. Kita punya hak untuk tidak menonton komedian itu. Namun, kita tidak punya hak untuk membiarkan kekesalan emosional kita untuk menjadi kekerasan fisik," ujarnya.

"Berapa nyawa yang telah hilang atau mengakibatkan orang-orang mendekam di penjara selama puluhan tahun karena emosi mereka mengendalikan mereka? Terkadang kehilangan kontrol selama beberapa menit bisa benar-benar menghancurkan hidup seseorang," jelas Schwartz.

Ia pun menyarankan agar masyarakat bisa memahami perasaan mereka, dan menyadari bahwa mengikuti apa yang dirasakan belum tentu bisa memberi hasil terbaik. Hal itu bisa membantu agar dunia menjadi lebih penuh perenungan dan kekerasan berkurang.

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya