Liputan6.com, Seoul - Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) para pria Korea Selatan dikabarkan naik. Semakin banyak laki-laki dewasa yang masuk kategori obesitas.
Korea Disease Control and Prevention Agency (KDCA) menjelaskan bahwa BMI yang melewati 25 ㎏/㎡ sebagai obesitas. BMI dihitung melalui perbandingan berat dan tinggi badan.
Baca Juga
Dilaporkan Yonhap, Minggu (1/1/2023), pria Korea Selatan lebih obesitas ketimbang tahun 2008. Para laki-laki berusia 19 tahun ke atas yang BMI-nya masuk level obesitas dilaporkan mengalami penambahan dari 35,9 persen pada 2008 menjadi 44,8 persen pada 2021.
Advertisement
Laki-laki dewasa yang memiliki BMI lebih dari 30 ㎏/㎡ mencapai 7,6 persen, sementara pada 2008 hanya 4,1 persen.
BMI wanita Korea Selatan juga naik sedikit dari 26,4 persen menjadi 29,5 persen.
KDCA berkata orang-orang yang BMI-nya naik kebanyakan mereka laki-laki yang bekerja di sektor kerah putih. Faktor yang memicu obesitas adalah akibat minum-minum dan kurang beraktivitas fisik.
WHO mencatat bahwa risiko dari kegemukan atau obesitas bisa adalah kematian lebih awal.
Beberapa penyakit yang bisa muncul adalah penyakit jantung, diabetes tipe 2, osteoarthritis, hingga beberapa jenis kanker. WHO juga mengingatkan bahwa ongkos kesehatan dari penyakit-penyakit tersebut bisa sangat mahal.
"Banyak dari kondisi-kondisi ini menyebabkan penderitaan jangka panjang bagi para individu dan keluarga. Ditambah lagi, ongkos-ongkos untuk sistem pelayanan kesehatan dapat luar biasa tinggi," tulis WHO dalam situs resminya.
Saran WHO adalah menambah konsumsi buah dan sayuran, mengurangi gula, mengurangi makanan dengan lemak jenuh (saturated fats), serta lebih aktif kegiatan fisik.
Minuman Manis, Obesitas Naik
Beralih ke dalam negeri, sebelumnya dilaporkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI angkat bicara soal menu yang manis dan obesitas. Kemenkes mengingatkan masyarakat untuk bijak mengonsumsi makanan dan minuman manis.
Kementerian Kesehatan merekomendasikan asupan gula maksimal sebanyak 50 gram per hari atau setara empat sendok makan sehari. Hal itu tertuang dalam Permenkes No 30/2013 yang diperbaharui dengan Permenkes 63/2015.
Jika berlebihan mengonsumsi gula, hal itu berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan seperti gula darah tinggi, obesitas, dan diabetes melitus. Meski sudah ada aturan mengenai anjuran konsumsi gula, data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan sebanyak 61,27 penduduk usia 3 tahun ke atas di Indonesia mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari. Lalu, 30,22 persen orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1-6 kali per minggu.
Sementara, hanya 8,51 persen orang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan.
Buntut dari asupan manis berlebihan serta tidak menjaga gaya hidup sehat berimbas pada peningkatan jumlah anak muda yang kelebihan berat badan dan obesitas di Tanah Air sebanyak dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir seperti disampaikan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes dokter Maxi Rein Rondonuwu.
Maxi mengatakan, data menunjukkan prevalensi berat badan berlebih pada anak-anak usia 5-19 tahun dari 8,6 persen pada 2006 menjadi 15,4 persen pada 2016. Lalu, prevalensi obesitas pada anak-anak usia 5-19 tahun dari 2,8 persen pada 2006 melonjak menjadi 6,1 persen pada 2016.
Advertisement
Diabetes
Kebiasaan mengonsumsi minuman dan makanan manis bisa berujung pada diabetes. Ini adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Jika ingin melihat kasus diabetes pada masyarakat Indonesia, jumlahnya terus meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi diabetes sebesar 1,5 permil lalu meningkat pada tahun 2018 menjadi 2 permil.
Gaya hidup tak sehat juga berimbas pada meningkatnya penyakit menular lain seperti gagal ginjal kronis dari 2 permil menjadi 3,8 permil. Lalu, stroke meningkat dari 7 permil menjadi 10,9 permil.
“Tentunya ini akan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan di Indonesia. Terlebih lima penyebab kematian terbanyak di Indonesia didominasi oleh penyakit tidak menular,” kata Maxi seperti mengutip keterangan dari Kementerian Kesehatan ditulis Selasa, 27 September 2022.
Batasi Konsumsi yang Manis-Manis
Pemerintah bukan cuma mengajak masyarakat untuk membatasi asupan gula tapi juga garam dan lemak atau GGL. Untuk garam dibatasi sebanyak 2 gram (satu sendok teh) dan lemak sebanyak 67 gram (5 sendok makan). Batasan konsumsi GGL sudah diatur dalam Permenkes No 30/2013 yang diperbaharui dengan Permenkes 63/2015
Maxo mengemumakakan bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dan strategi dalam mengendalikan GGL. Mulai dari membuat regulasi, reformulasi pangan, penetapan pajak/cukai, studi/riset, dan edukasi.
Salah satunya adalah permenkes No 30/2013 yang diperbaharui dengan Permenkes No 63/2015 Tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Salah satu aspek pengaturannya dalam hal nilai gizi seperti kandungan lemak hingga gula harus tertera pada iklan dan promosi media lainnya seperti leaflet, brosur, buku menu, dan media lainnya.
Kebijakan cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) di Indonesia juga sudah diatur dalam UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai dan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan. Dengan adanya pemberlakuan cukai pada produk makanan dan minuman yang tinggi gula, garam dan lemak dapat menginisiasi terciptanya pangan yang lebih sehat dengan reformulasi makanan sehingga menurunkan risiko terjadinya Penyakit Tidak Menular.
Advertisement