Liputan6.com, Teheran - Armita Geravand, remaja Iran yang terluka dalam insiden yang diduga melibatkan polisi moral, dilaporkan kantor berita IRNA pada Sabtu (28/10/2023), telah meninggal.
Perempuan berusia 17 tahun itu dalam kondisi koma berminggu-minggu di Teheran setelah cedera yang dialaminya pada 1 Oktober di Stasiun Metro Meydan-E Shohada atau Lapangan Martir di Teheran selatan. Saat itu dia tidak mengenakan jilbab.
Baca Juga
"Kerusakan otak pada korban menyebabkan dia mengalami koma selama beberapa waktu dan dia meninggal beberapa menit yang lalu," demikian laporan IRNA, seperti dilansir AP, Minggu (29/10).
Advertisement
"Menurut teori resmi dokter yang menangani Armita Geravand, setelah tekanan darah turun secara tiba-tiba, dia terjatuh, cedera otak, diikuti kejang terus menerus, penurunan oksigenasi otak, dan edema otak."
Apa yang terjadi beberapa detik setelah Armita Geravand memasuki kereta pada 1 Oktober masih menjadi tanda tanya. Seorang temannya mengatakan kepada televisi pemerintah Iran bahwa kepalanya terbentur peron stasiun, sementara rekaman tanpa suara yang beredar tidak menunjukkan penyebab remaja itu kehilangan kesadaran hingga tubuhnya harus dibopong keluar.
Laporan TV pemerintah Iran tidak menyertakan rekaman apapun dari dalam gerbong kereta dan tidak menjelaskan mengapa itu tidak dirilis. Sebagian besar gerbong kereta di Metro Teheran memiliki kamera CCTV, yang dapat dilihat oleh petugas keamanan.
Orang tua Armita Geravand yang muncul dalam tayangan media pemerintah memberi keterangan serupa dengan yang disampaikan pemerintah, yaitu putri mereka mengalami tekanan darah rendah, terjatuh, atau mungkin keduanya berkontribusi terhadap cedera putri mereka.
Aturan Wajib Jilbab yang Ketat Disorot
Kematian Armita Geravand terjadi satu tahun setelah Mahsa Amini meninggal. Mahsa Amini meninggal di rumah sakit pada 16 September 2022, setelah ditahan oleh polisi moral Iran atas tuduhan mengenakan jilbab secara tidak pantas.
Kecurigaan bahwa dia dipukuli selama penangkapannya menyebabkan protes massal yang menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan teokratis Iran sejak revolusi. Sejak protes besar-besaran mereda, banyak perempuan di Teheran terlihat tanpa jilbab dan melanggar hukum.
"Suara Armita Geravand selamanya dibungkam, menghalangi kita untuk mendengarkan ceritanya," tulis Pusat Hak Asasi Manusia di Iran yang berbasis di New York. "Namun, kita tahu bahwa dalam iklim di mana pihak berwenang Iran memberikan hukuman yang sangat berat kepada perempuan dan anak perempuan karena tidak mematuhi undang-undang jilbab yang diwajibkan oleh negara, Armita Geravand dengan berani tampil di depan umum tanpa mengenakan jilbab."
Organisasi itu menambahkan, "Selama pemerintah Iran menegakkan undang-undang wajib jilbab yang kejam, kehidupan anak perempuan dan perempuan di Iran akan berada dalam bahaya, rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang parah, termasuk kekerasan dan bahkan kematian."
Aktivis di luar negeri menuduh Armita Geravand mungkin didorong atau diserang polisi moral karena tidak mengenakan jilbab.
Advertisement
Seruan Penyelidikan Independen
Organisasi Hak Asasi Manusia Hengaw, yang sebelumnya menerbitkan foto Armita Geravand dalam keadaan koma, pada Sabtu memperbarui seruannya untuk melakukan penyelidikan internasional independen. Mereka menyinggung praktik Iran dalam menyembunyikan kebenaran.
"Selama 28 hari terakhir, Republik Islam Iran mencoba memutarbalikkan narasi pembunuhan gadis remaja yang dilakukan pemerintah," ujar kelompok tersebut.
Kelompok Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo juga menyerukan penyelidikan.
"Pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei secara pribadi bertanggung jawab atas kematian Armita Garavand kecuali penyelidikan internasional independen membuktikan sebaliknya," kata Mahmood Amiry-Moghaddam, direktur kelompok itu.
Pada Sabtu, Wakil Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Iran Abram Paley menulis secara online bahwa dia berduka atas kematian Armita Geravand.
"Kekerasan yang disponsori negara terhadap perempuan dan anak perempuan telah berdampak buruk bagi banyak keluarga di Iran dan luar negeri."