Liputan6.com, Washington - Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) menandai puncak lawatan kenegaraannya ke Amerika Serikat lewat pertemuan langsung dengan Presiden Joe Biden di Gedung Putih pada Senin (13/11/2023).
"Dalam pertemuan tatap muka tadi, saya menyampaikan agar kemitraan kedua negara dapat berkontribusi terhadap perdamaian global. Karena itulah, saya mengajak Presiden Biden untuk turut menghentikan konflik dan kekejaman yang terjadi di Gaza. Peristiwa di Gaza, Palestina ini merupakan sangat menyakitkan bagi umat manusia," ungkap Presiden Jokowi melalui unggahannya di Instagram.
Baca Juga
View this post on Instagram
Dalam sambutannya sebelum pertemuan bilateral dengan Biden berlangsung, Presiden Jokowi kembali menyuarakan desakan gencatan senjata di Gaza di tengah perang Hamas Vs Israel.
Advertisement
"Indonesia juga berharap kemitraan kita dapat berkontribusi pada perdamaian dan kemakmuran regional dan global. Oleh karena itu, Indonesia mendorong AS berbuat lebih banyak untuk menghentikan kekejaman di Gaza. Gencatan senjata adalah suatu keharusan demi kemanusiaan. Sekali lagi, terima kasih atas undangan Anda, Presiden Biden," ujar Presiden Jokowi, seperti dikutip dari keterangan tertulis Gedung Putih, Selasa.
Sementara itu Gedung Putih via Instagram juga mengunggah potret pertemuan Jokowi dan Biden dengan menuliskan, "Hari ini, Presiden Biden bertemu dengan Presiden Joko Widodo dari Indonesia untuk menegaskan kembali kemitraan yang telah berlangsung selama hampir 75 tahun. Kedua pemimpin membahas peningkatan kerja sama dalam transisi energi ramah lingkungan, memajukan kesejahteraan ekonomi, dan memperkuat perdamaian dan stabilitas regional."
View this post on Instagram
Jokowi Sampaikan Hasil KTT Gabungan Liga Arab-OKI
Dalam keterangan tertulis Gedung Putih disebutkan bahwa Jokowi dan Biden bertukar pandangan mengenai perang yang sedang berlangsung di Gaza.
"Setiap presiden menyatakan posisi nasionalnya. Presiden Widodo turut menyampaikan pesan persatuan pada KTT Gabungan Arab-Islam di Riyadh pada 11 November 2023. Para pemimpin sepakat bahwa mereka harus bekerja sama dan dengan mitra regional lainnya untuk mewujudkan perdamaian yang tahan lama melalui solusi dua negara," ungkap Gedung Putih.
Lawatan kenegaraan ke AS berlangsung setelah Presiden Jokowi menghadiri KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam di Riyadh, Arab Saudi, pada Sabtu (11/11).
KTT digelar untuk membahas tentang agresi Israel terhadap rakyat Palestina.
Dikutip dari pernyataan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI), KTT Luar Biasa OKI menghasilkan resolusi yang berisi 31 keputusan dengan pesa-pesan yang sangat kuat dan keras. Salah satu keputusan penting dari resolusi ini termaktub di paragraf ke-11.
"Para pemimpin memberikan mandat kepada menteri luar negeri Arab Saudi, Yordania, Mesir, Qatar, Turki, Indonesia, dan Nigeria untuk memulai tindakan atas nama OKI dan Liga Arab guna menghentikan perang di Gaza dan memulai proses politik untuk mencapai perdamaian," demikian bunyi salah satu keputusan penting KTT Luar Biasa OKI.
Dalam unggahannya di media sosial, Presiden Jokowi kemudian mengumumkan bahwa selepas menghadiri KTT Luar Biasa OKI, dia langsung bertolak ke Amerika Serikat (AS) untuk melakukan lawatan kenegaraan. Presiden Jokowi mengatakan bahwa salah satu pembahasannya dengan Presiden Joe Biden adalah hasil KTT Luar Biasa OKI.
"Saya meminta dukungan dari para pemimpin OKI untuk menyampaikan hasil dari KTT Luar Biasa OKI kepada Presiden Joe Biden yang rencananya saya temui dalam lawatan kenegaraan ke Amerika Serikat ini," ungkap Presiden Jokowi.
Advertisement
Pengamat: Posisi AS Sangat Krusial dalam Konflik Israel-Palestina
Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Irfan Ardhani meyakini bahwa realistis adalah kata kunci dalam membaca misi perdamaian yang dibawa Presiden Jokowi ke Negeri Paman Sam.
"Kita harus realistis dalam membaca peluang kunjungan Presiden Jokowi ke AS. Hal ini disebabkan oleh long standing position Presiden Biden yang merupakan pendukung aliansi AS-Israel. Bahkan, Biden mengatakan sejak tahun 1980-an 'kalau pun tidak ada Israel, kita harus menciptakannya'. Keberadaan Israel penting bagi kepentingan nasional AS dalam kacamata Biden. Buktinya, baru-baru ini AS mengucurkan pinjaman yang sangat besar bagi kampanye militer Israel," ungkap Irfan kepada Liputan6.com pada Senin (13/11).
Pada Kamis 2 November, DPR AS mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memberikan Israel bantuan sebesar USD 14,3 miliar untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya di tengah perang dengan Hamas.
Posisi AS, sebut Irfan, sangat krusial dalam konflik Israel-Palestina.
"Pertama, karena mereka telah menggunakan hak veto yang menggagalkan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk humanitarian pause (jeda kemanusiaan) yang memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan. Kedua, mereka dalam sejarah menjadi penengah dalam konflik Israel-Palestina yang berujung pada sejumlah kesepakatan. Oleh karena itu, menggeser posisi AS harus dilakukan," tutur Irfan.
Lebih jauh, Irfan menambahkan bahwa apa yang dapat dilakukan Indonesia adalah harus tetap aktif dalam upaya multilateral untuk membentuk stigma bahwa apa yang dilakukan Israel merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
"Stigma ini penting karena akhirnya kekejaman yang terus dipertontonkan oleh Israeli Defense Force (Pasukan Pertahanan Israel/IDF) mampu secara perlahan mengubah posisi negara-negara Barat yang menjadi sekutu Israel. Ketika awalnya mereka mendukung hak Israel untuk membela diri, belakangan negara seperti Australia dan Prancis meminta Israel untuk melakukan gencatan senjata. Apalagi tekanan publik dalam negeri semakin meluas di negara-negara Barat," terang Irfan.
"Dalam pertemuan dengan Biden, Presiden Jokowi harus menyampaikan concern masyarakat internasional tersebut. Indonesia bisa mengingatkan bahwa standar ganda AS terhadap bagaimana mereka memperlakukan konflik bersenjata di Ukraina dan di Palestina bisa berdampak panjang. Ini bukan preseden yang baik dan bisa mengikis legitimasi rule-based international order yang ditopang oleh AS."
Yang terpenting, kata Irfan, adalah bagaimana AS dan negara-negara Barat mendukung gencatan senjata.
"Karena meredakan penderitaan dari manusia tidak berdosa harus dilakukan dengan segera. Ini yang perlu dilakukan Pak Jokowi. Mengetuk pintu hati Biden sampai dia membuka mata dan bertindak atas bencana kemanusiaan yang terjadi."