Korea Selatan Tangguhkan Sepenuhnya Perjanjian Militer dengan Korea Utara Pasca Dikirimi Balon Isi Sampah

Ketegangan antara kedua Korea meningkat dalam beberapa hari terakhir.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Jun 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2024, 07:00 WIB
Ilustrasi Korea Utara dan Korea Selatan
Ilustrasi Korea Utara dan Korea Selatan. (Dok. Pixabay/kirill_makes_pics)

Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan pada hari Selasa (4/6/2024) menangguhkan sepenuhnya perjanjian militer dengan Korea Utara dan melanjutkan kegiatan militernya di garis depan.

Korea Utara tidak segera memberikan tanggapan atas keputusan Korea Selatan, namun dimulainya kembali latihan menembak atau siaran propaganda melalui pengeras suara di sisi Korea Selatan kemungkinan akan mendorong Korea Utara mengambil langkah serupa atau bahkan lebih kuat.

Dalam sepekan terakhir, Korea Utara telah menggunakan balon untuk menjatuhkan kotoran hewan, puntung rokok, potongan kain dan kertas bekas ke wilayah Korea Selatan, sehingga mendorong Korea Selatan bersumpah melakukan pembalasan yang tak tertahankan. Apa yang dilakukan Korea Utara merupakan balasan atas penyebaran pamflet propaganda oleh aktivis Korea Selatan

Pada hari Minggu (2/6), Korea Utara mengaku akan menghentikan kampanye balonnya. Sementara itu, pada hari Selasa, Dewan Kabinet Korea Selatan dan Presiden Yoon Suk Yeol menyetujui proposal untuk menangguhkan perjanjian antar-Korea tahun 2018 mengenai penurunan ketegangan militer di garis depan. Keputusan ini akan berlaku setelah Seoul secara resmi memberi tahu Korea Utara.

Wakil Menteri Pertahanan Korea Selatan untuk Bidang Kebijakan Cho Chang-rae menuturkan bahwa Korea Selatan akan menggunakan semua tindakan yang ada untuk melindungi masyarakat dari provokasi Korea Utara.

"Tanggung jawab atas situasi ini sepenuhnya berada di tangan Korea Utara. Jika Korea Utara melancarkan provokasi tambahan, militer kita, bersamaan dengan solidnya postur pertahanan Korea Selatan-AS, akan menghukum Korea Utara dengan cepat, tegas, dan sampai akhir," ungkap Cho Chang-rae, seperti dilansir AP, Rabu (5/6).

Alasan Korea Selatan

Jabat Tangan Kim Jong-un dan Moon Jae-in
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berjalan melewati Zona Demiliterisasi, Jumat (27/4). Kim dan Moon menuju Rumah Perdamaian di wilayah Korsel untuk menggelar pertemuan tingkat tinggi (Korea Broadcasting System via AP)

Perjanjian militer – yang dicapai dalam era rekonsiliasi yang berumur pendek antara kedua Korea – mengharuskan kedua negara untuk menghentikan semua tindakan permusuhan di wilayah perbatasan, seperti latihan tembak-menembak, latihan udara, dan perang psikologis.

Selama rapat kabinet, Perdana Menteri Han Duck-soo - pejabat nomor dua Korea Selatan -  mengatakan perjanjian tahun 2018 telah melemahkan kesiapan militer Korea Selatan pada saat provokasi Korea Utara menimbulkan ancaman nyata terhadap publik. Han mengutip kampanye balon Korea Utara, uji coba senjata berkemampuan nuklir yang menargetkan Korea Selatan, dan dugaan gangguan sinyal navigasi GPS di Korea Selatan.

Para pejabat Korea Selatan mengatakan penangguhan perjanjian tahun 2018 akan memungkinkan mereka untuk melakukan latihan militer garis depan, namun tidak secara terbuka menguraikan langkah-langkah lainnya.

Para pengamat menilai Korea Selatan sedang mempertimbangkan untuk memulai kembali siaran propaganda garis depan, sebuah kampanye psikologis bergaya Perang Dingin yang menurut para ahli telah merugikan Korea Utara yang dikontrol secara ketat, dimana 26 juta penduduknya tidak diperbolehkan mengakses berita asing.

Kesepakatan tahun 2018 sudah berada dalam ketidakpastian setelah kedua Korea mengambil beberapa langkah yang melanggar perjanjian tersebut di tengah ketegangan terkait peluncuran satelit mata-mata Korea Utara pada November lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya