Liputan6.com, Hanoi - Pihak berwenang di Vietnam menangkap seorang jurnalis independen terkemuka. Polisi mengumumkan pada Sabtu 8 Juni 2024 bahwa penangkapan akibat "menyalahgunakan kebebasan demokratis" untuk melemahkan negara dengan memposting artikel di Facebook.
Huy Duc ditahan untuk penyelidikan atas postingan yang "melanggar kepentingan Negara, hak sah dan kepentingan organisasi dan individu", kata Kementerian Keamanan Publik Vietnam seperti dikutip dari Channel News Asia (CNA), Minggu (9/6/2024).
Baca Juga
Mantan letnan senior berusia 62 tahun ini bekerja untuk beberapa surat kabar berpengaruh di Vietnam sebelum dipecat pada tahun 2009 karena mengkritik mantan sekutu komunis negara tersebut, Uni Soviet.
Advertisement
Sesaat sebelum penangkapannya, Duc menargetkan presiden baru Vietnam, To Lam, serta Nguyen Phu Trong, sekretaris jenderal partai komunis dan orang paling berkuasa dalam sistem politik negara tersebut.
Pengacara Tran Dinh Trien ditahan bersama Duc atas tuduhan yang sama.
Vietnam, yang merupakan negara satu partai komunis, menerapkan pembatasan ketat terhadap kebebasan berekspresi dan Reporters Without Borders (RSF). Menempatkan negara ini pada peringkat 174 dari 180 negara dalam hal kebebasan pers, dan menggambarkan negara ini sebagai salah satu negara yang memenjarakan jurnalis terburuk di dunia.
Blog Duc, salah satu blog paling populer di Vietnam yang otoriter, sangat kritis terhadap tanggapan pemerintah terhadap berbagai isu termasuk kontrol media, hubungan dengan Tiongkok, dan korupsi.
Duc, yang bernama asli Truong Huy San, menghabiskan satu tahun di Universitas Harvard dengan Nieman Fellowship pada tahun 2012. Selama berada di luar negeri, kisah hidupnya di Vietnam setelah berakhirnya perang dengan Amerika Serikat, "The Winning Side" , diterbitkan.
Â
Seruan Pembebasan Jurnalis Huy Duc
Reporters Without Borders (RSF) menyerukan pembebasan jurbalis Huy Duc.
"Artikel jurnalis independen Huy Duc adalah sumber informasi berharga yang memungkinkan masyarakat Vietnam mengakses informasi yang disensor oleh rezim Hanoi," kata direktur biro RSF Asia-Pasifik Cedric Alviani dalam sebuah pernyataan.
Para pegiat hak asasi manusia mengatakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan tindakan keras terhadap masyarakat sipil, sementara ribuan orang, termasuk beberapa pemimpin senior pemerintah dan dunia usaha, terjebak dalam kampanye anti-korupsi besar-besaran.
"Tidak ada negara yang bisa membangun secara berkelanjutan berdasarkan rasa takut," tulis Duc di Facebook pada bulan Mei.
Advertisement
Jurnalis Rusia Pemrotes Invasi Rusia ke Ukraina
Sementara itu, Rusia telah menetapkan Marina Ovsyannikova, mantan jurnalis TV pemerintah yang memotong siaran berita untuk memprotes invasi Rusia ke Ukraina, ke dalam daftar buronan. Langkah itu dilakukan setelah dia dilaporkan melarikan diri sebagai tahanan rumah.
Marina Ovsyannikova, wanita kelahiran Ukraina yang kini berusia 44 tahun menjadi perhatian internasional sejak Maret lalu. Ia menerobos masuk ke dalam studio Channel One -- perusahaan tempatnya bekerja saat itu, untuk mengecam invasi Rusia ke Ukraina selama siaran berita langsung sambil memegang poster bertuliskan "No War".Â
Dikutip dari The Guardian, Selasa (4/10/2022), pada saat itu dia didenda 30.000 rouble (£460) karena melanggar hukum protes.
Ovsyannikova terus memprotes perang antara Rusia dan Ukraina. Hal itu membuahkan dakwaan padanya yang dijatuhkan Agustus -- dengan tuduhan penyebaran informasi palsu tentang tentara Rusia, karena memegang poster bertuliskan Putin is a murderer, his soldiers are fascists (Putin adalah pembunuh, tentaranya adalah fasis) selama protes individunya di tanggul Sungai Moskva di seberang Kremlin.
Dia kemudian ditetapkan sebagai tahanan rumah sambil menunggu persidangan. Ia terancam hukuman hingga 10 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Pada Sabtu 1Â Oktober 2022, mantan suami Ovsyannikova mengatakan bahwa Ovsyannikova melarikan diri dari tahanan rumah bersama dengan putrinya yang masih kecil.
Pada Senin 3 Oktober, dia ditambahkan ke daftar buron online kementerian dalam negeri Rusia, disertai dengan sebuah foto.
Ratusan jurnalis dan aktivis independen terkemuka Rusia telah melarikan diri dari negara itu, karena takut akan adanya penindasan dari pemerintah. Namun, perang di Ukraina juga mengakibatkan serangkaian pengunduran diri dari saluran televisi yang dikelola pemerintah Rusia juga dikontrol ketat.
Awal mula Marina Ovsyannikova ditahan ialah beberapa hari setelah melakukan protes di dekat Kremlin sambil memegang plakat yang mengkritik perang antara Putin dan Ukraina.
Polisi Rusia menahan dan kemudian membebaskan jurnalis Marina Ovsyannikova, yang pada bulan Maret lalu juga sempat menyela siaran langsung televisi untuk mengecam aksi militer di Ukraina.
Penahanannya terjadi beberapa hari setelah Ovsyannikova yang berusia 44 tahun berdemonstrasi sendirian di dekat Kremlin, sambil memegang plakat yang mengkritik intervensi Rusia di Ukraina dan presiden Vladimir Putin.
"Marina telah ditahan," demikian bunyi dalam pesan yang diposting di akun Telegram jurnalis, seperti dikutip dari Guardian, Selasa (19/7/2022).
"Tidak ada informasi di mana dia berada."
Pesan itu termasuk tiga foto dirinya dibawa oleh dua petugas polisi ke sebuah van putih, setelah tampaknya dihentikan saat bersepeda.
Â
Rusia Tangkap Jurnalis The Wall Street Journal:
Sebelumnya, Rusia juga menahan koresponden surat kabar The Wall Street Journal, Evan Gershkovich. Ia disebut tertangkap basah karena melanggar undang-undang negara.
Badan keamanan utama Rusia pada Kamis (30/3/2023) mengatakan, telah menahan wartawan The Wall Street Journal Evan Gershkovich (31) atas dakwaan spionase.
Gershkovich, seorang warga negara Amerika Serikat (AS) dan anggota biro The Wall Street Journal Moskow, ditahan di Kota Yekaterinburg, sekitar 880 mil di timur Moskow, pada Rabu (29/3) saat dalam perjalanan untuk liputan.
Biro Keamanan Federal Rusia (FSB) mengatakan Gershkovich, bertindak atas instruksi AS, mengumpulkan informasi yang merupakan rahasia negara tentang kegiatan salah satu perusahaan di kompleks industri militer Rusia.
Gershkovich sendiri terakreditasi untuk bekerja sebagai jurnalis di Rusia oleh Kementerian Luar Negeri negara tersebut.
"The Wall Street Journal dengan keras menyangkal tuduhan dari FSB dan meminta pembebasan segera reporter tepercaya dan berdedikasi kami, Evan Gershkovich," sebut The Wall Street Journal seperti dikutip langsung dari lamannya, Kamis. "Kami berdiri dalam solidaritas dengan Evan dan keluarganya."
Menurut kantor berita Rusia, TASS, pihak berwenang membawa Gershkovich ke Moskow, di mana dia muncul di pengadilan dengan pengacara yang ditunjuk negara dan diperintahkan ditahan hingga 29 Mei.
Di Rusia, persidangan spionase sering dilakukan secara rahasia dan jarang ada pengadilan yang membebaskan terdakwa. Persidangan bisa makan waktu berbulan-bulan.
Penahanan dan dakwaan terhadap Gershkovich atas tuduhan spionase berarti kasus tersebut kemungkinan akan menjadi masalah diplomatik tingkat tinggi.
Direktur Carnegie Russia Eurasia Center Alexander Gabuev mengatakan bahwa kasus ini sangat penting karena wartawan AS belum pernah ditangkap di Rusia sejak Perang Dingin.
"Ini adalah titik terendah baru dalam hubungan AS-Rusia," katanya. "Penangkapan seorang wartawan AS yang terakreditasi benar-benar menjadi preseden."
Advertisement