Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra Didakwa Hina Kerajaan, Tak Ditahan Usai Bayar Jaminan Rp223 Juta

Thailand memiliki empat kasus hukum di pengadilan yang telah membuat politik dan pasarnya berada dalam kegelisahan, bahkan meningkatkan kekhawatiran akan ketidakstabilan negara perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara itu.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 18 Jun 2024, 18:35 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2024, 18:35 WIB
Thaksin Shinawatra
Thaksin mendarat dengan jet pribadi di bandara Don Mueang, Bangkok pada pukul 9 pagi waktu setempat. (AP Photo/Wason Wanichakorn)

Liputan6.com, Bangkok - Mantan perdana menteri Thailand Thaksin Shinawatra, pendukung kuat partai terbesar dalam koalisi yang berkuasa, terhindar dari penahanan pra-persidangan atas dakwaan menghina monarki setelah membayar jaminan pada hari Selasa (18/6/2024).

Dalam perkembangan lainnya, Mahkamah Konstitusi menetapkan masing-masing tanggal 3 Juli dan 10 Juli sebagai tanggal sidang berikutnya untuk dua kasus terpisah yang masing-masing melibatkan partai oposisi Move Forward dan Perdana Menteri Srettha Thavisin.

Keputusan tersebut juga memutuskan bahwa proses seleksi yang sedang berlangsung untuk majelis tinggi baru, yang dimulai awal bulan ini, adalah sah, sehingga memungkinkan 200 anggota parlemen baru untuk mengambil alih senat yang ditunjuk militer pada akhir tahun ini.

Srettha, seorang taipan real estate yang terjun ke dunia politik bersama partai berkuasa Pheu Thai tahun lalu, menghadapi kemungkinan pemecatan atas penunjukan seorang pengacara yang dipenjara karena penghinaan terhadap pengadilan di kabinetnya.

Kasus ini diajukan oleh 40 senator konservatif yang ditunjuk oleh militer yang mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi terhadap Srettha. Srettha sendiri membantah bersalah, sementara pengacara yang ditunjuknya telah mundur.

Adapun Move Forward, yang memenangkan pemilu tahun lalu namun dihalangi oleh anggota parlemen konservatif untuk membentuk pemerintahan, dibawa ke pengadilan oleh komisi pemilu atas kampanyenya untuk mengubah undang-undang penghinaan terhadap kerajaan atau lese majeste. Partai tersebut membantah melakukan kesalahan.

Lese majeste juga merupakan inti dari proses hukum terhadap Thaksin, yang kembali ke Thailand pada Agustus lalu setelah 15 tahun mengasingkan diri menyusul penggulingannya dari kekuasaan melalui kudeta militer.

Dia dituduh melanggar hukum, yang terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun untuk setiap penghinaan terhadap kerajaan, dalam sebuah wawancara dengan media pada tahun 2015.

"Dia tidak melakukan kesalahan apa pun dan tidak mencemarkan nama baik siapa pun yang dilindungi oleh pasal 112," kata pengacara Thaksin, Winyat Chatmontre seraya menambahkan bahwa Thaksin telah mengaku tidak bersalah. Demikian seperti dilansir Reuters.

Miliarder tersebut berhasil mendapatkan jaminan dari Pengadilan Kriminal Thailand segera setelah jaksa agung secara resmi mendakwanya pada hari Selasa sebelumnya.

"Pengadilan telah membebaskan Thaksin dengan jaminan 500.000 baht (atau setara Rp223 juta) dengan dengan syarat dia dilarang meninggalkan negara itu kecuali mendapat izin," sebut pengadilan.

Konservatif Vs Progresif

Ilustrasi Thailand.
Ilustrasi Thailand. (Dok. AP/Sakchai Lalit)

Politik Thailand selama beberapa dekade diwarnai oleh perjuangan tanpa henti antara kelompok konservatif-royalis yang didukung militer dan lawan-lawannya, seperti Pheu Thai dan Move Forward.

Keretakan ini sebelumnya telah memicu protes jalanan yang disertai kekerasan, pembubaran partai politik, penutupan bandara, dan kudeta militer yang melumpuhkan perekonomian Thailand.

Keputusan pengadilan pada hari Selasa memberikan keunggulan bagi kelompok konservatif dalam menghadapi lawan-lawan mereka, kata Titipol Phakdeewanich, seorang profesor ilmu politik di Universitas Ubon Ratchathani di Thailand.

"Kasus lese majeste akan terus menghantui Thaksin, sementara keputusan untuk perdana menteri dan Move Forward masih jauh, memberikan lebih banyak waktu bagi kelompok konservatif untuk mencari cara menghadapi ancaman yang mereka rasakan," tutur Titipol.

Pheu Thai yang berkuasa didukung oleh Thaksin dan keluarganya yang berkantong tebal, yang telah menjadi katalis di balik partai-partai politik yang telah memenangkan semua pemilu kecuali satu kali sejak tahun 2001.

Tiga pemerintahan Shinawatra digulingkan melalui kudeta atau keputusan pengadilan.

Pembubaran partai pendahulu Move Forward, Future Forward, pada tahun 2020 karena pelanggaran dana kampanye menjadi salah satu faktor pemicu protes jalanan besar-besaran anti-pemerintah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya