Taiwan Deteksi 41 Pesawat China Beroperasi 24 Jam di Sekitar Wilayahnya, Ada Apa?

Kementerian Pertahanan Taiwan menambahkan bahwa pihaknya telah "memantau situasi dan memberikan tanggapan yang sesuai".

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 22 Jun 2024, 17:25 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2024, 17:25 WIB
Ilustarsi bendera Taiwan (AFP/Mandy Cheng)
Ilustarsi bendera Taiwan (AFP/Mandy Cheng)

Liputan6.com, Taipei - Kementerian pertahanan Taiwan mengatakan pada Sabtu (22 Juni 2024) bahwa pihaknya telah mendeteksi 41 pesawat militer China di sekitar pulau itu dalam waktu 24 jam. Sehari setelah Beijing mengatakan pendukung kemerdekaan Taiwan yang keras kepala terancam hukuman mati.

Pada hari Sabtu (22/6), seperti dikutip dari Channel News Asia, Kementerian Pertahanan Taipei mengatakan pihaknya telah mendeteksi 41 pesawat militer Tiongkok dan tujuh kapal angkatan laut yang beroperasi di sekitar Taiwan selama periode 24 jam hingga pukul 6 pagi.

"32 pesawat melintasi garis tengah Selat Taiwan," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, mengacu pada garis yang membagi dua jalur air sepanjang 180 km yang memisahkan Taiwan dari China.

Kementerian Pertahanan Taipei menambahkan bahwa pihaknya telah "memantau situasi dan memberikan tanggapan yang sesuai".

Serangan terbaru ini terjadi setelah China menerbitkan pedoman peradilan pada hari Jumat (21/6) yang mencakup hukuman mati untuk kasus-kasus yang "sangat serius" terhadap pendukung kemerdekaan Taiwan yang "keras kepala", media pemerintah melaporkan.

Sebelumnya pada tanggal 25 Mei, Taiwan mendeteksi 62 pesawat militer Tiongkok di sekitar pulau itu dalam waktu 24 jam, jumlah tertinggi dalam satu hari pada tahun 2024 -- ketika Tiongkok menggelar latihan militer setelah pelantikan Lai, yang dianggap Beijing sebagai "separatis berbahaya".

Adapun China mengklaim Taiwan yang demokratis dan memiliki pemerintahan mandiri sebagai bagian dari wilayahnya, dan menyatakan bahwa Tiongkok tidak akan pernah berhenti menggunakan kekuatan untuk menjadikan Taiwan berada di bawah kendali Beijing.

Oleh sebab itu, China meningkatkan tekanan terhadap Taipei dalam beberapa tahun terakhir dan mengadakan latihan perang di sekitar pulau itu setelah pelantikan pemimpin baru Taiwan, Lai Ching-te, bulan Mei lalu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Presiden Taiwan Lai Ching-te Mengaku Tak Akan Tunduk pada Tekanan China

Presiden baru Taiwan Lai Ching-te atau dikenal pula William Lai dilantik pada Senin (20/5/2024).
Presiden baru Taiwan Lai Ching-te atau dikenal pula William Lai dilantik pada Senin (20/5/2024). (Dok. AP Photo/Chiang Ying-ying)

Presiden Taiwan Lai Ching-te mengatakan pada Rabu (19/6/2024) bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan China.

Tiongkok mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan mengatakan tidak akan pernah meninggalkan pulau tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah meningkatkan tekanan militer dan politik terhadap pemerintah  Taipei dengan unjuk kekuatan terbaru, tiga hari setelah pelantikan Lai, dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (20/6).

Berbicara pada konferensi pers pada Rabu (19/6) yang menandai bulan pertamanya menjabat, Lai mengatakan: "Aneksasi Taiwan adalah kebijakan nasional Republik Rakyat Tiongkok."

"Selain kekuatan militer, mereka semakin menggunakan metode pemaksaan non-tradisional untuk mencoba memaksa Taiwan tunduk," katanya.

"Namun, Taiwan tidak akan tunduk pada tekanan tersebut. Rakyat Taiwan akan dengan tegas membela kedaulatan nasional dan menegakkan cara hidup konstitusional yang demokratis dan bebas."

Ia juga menegaskan kembali bahwa Taiwan akan berusaha "menghindari konflik".

"Orang-orang Taiwan mencintai perdamaian dan bersikap baik kepada orang lain. Tetapi, perdamaian harus didukung oleh kekuatan. Perdamaian sejati bukan sekadar kata-kata kosong, perdamaian yang dijamin oleh kekuatan adalah perdamaian sejati," katanya.

Di sisi lain, China mengatakan bahwa latihan perang merupakan hukuman atas pidato pelantikannya, yang dijuluki Beijing sebagai "pengakuan kemerdekaan Taiwan".

Mengepung Taiwan dengan kapal perang, jet tempur, dan kapal penjaga pantai, Tiongkok mengatakan latihan tiga hari -- yang dijuluki Joint Sword-2024A -- merupakan ujian kemampuannya untuk menguasai pulau itu.

Setelah latihan tersebut, Beijing bersumpah tekanan militer akan terus berlanjut "selama provokasi 'kemerdekaan Taiwan'.

 


Presiden Lai Dianggap Sebagai Separatis Berbahaya Bagi China

Presiden terpilih Taiwan, William Lai (tengah). (AP/Louise Delmotte)
Presiden terpilih Taiwan, William Lai (tengah). (AP/Louise Delmotte)

Lai dianggap sebagai separatis berbahaya oleh Tiongkok yang telah mengikuti retorika pendahulunya Tsai Ing-wen, dengan mengatakan bahwa Taiwan tidak perlu secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan karena "sudah merdeka".

Namun, Partai Progresif Demokratik milik Lai dan Tsai telah lama berdiri di atas platform kedaulatan Taiwan, dan Tiongkok belum melakukan komunikasi tingkat atas dengan Taipei sejak 2016.

Sejak pemilihannya pada Januari 2024, Lai telah mengisyaratkan keterbukaan untuk melanjutkan dialog dengan Tiongkok, termasuk menyerukan kedua belah pihak untuk mengembangkan pertukaran dalam pidato pelantikannya pada Mei 2024.

  

Infografis Klaim China Vs Indonesia Terkait Laut China Selatan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Klaim China Vs Indonesia Terkait Laut China Selatan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya