Liputan6.com, Paris - Kota-kota besar Prancis dilanda demonstrasi besar pada Sabtu (23/11). Puluhan ribu orang berdemonstrasi menentang kekerasan yang menargetkan perempuan.
Menurul laporan VOA Indonesia yang dikutip Minggu (24/11/2024), demo besar-besaran itu digelar ketika para aktivis mendorong negara tersebut untuk belajar dari persidangan pemerkosaan massal yang telah mengejutkan masyarakat Prancis.
Advertisement
Baca Juga
Persidangan di Kota Avignon di selatan Prancis terhadap 51 pria, termasuk seorang pria yang membius istrinya selama satu dekade dan puluhan orang lainnya, memasuki tahap akhir. Para pria itu didakwa menerima undangan sang suami untuk menganiaya istrinya di rumah pasangan itu.
Advertisement
Di jalanan, “semakin banyak dari kita, semakin terlihat kita, ini adalah urusan semua orang, bukan hanya perempuan,” kata Peggy Plou, seorang pejabat terpilih dari wilayah Indre-et-Loire di Prancis barat yang sengaja datang ke Paris.
Di ibu kota saja, ribuan orang berunjuk rasa, sebagian besar perempuan, tetapi juga ada anak-anak dan laki-laki. Polisi menyebutkan jumlah peserta yang hadir di sana mencapai 12.500 orang, sementara penyelenggara mengatakan 80.000 orang.
Sumber kepolisian mengatakan 35.000 orang mengikuti demo di berbagai kota di seluruh negeri, sementara penyelenggara menyebutkan angkanya mencapai 100.000.
Ratusan orang juga mengikuti demo di kota-kota besar lainnya termasuk Marseille di selatan, Lille di timur laut, dan Rennes di barat laut. Pejabat lokal di Bordeaux, di barat daya, menyebutkan jumlah peserta demo di sana mencapai 1.600 orang.
Banyak pengunjuk rasa membawa poster dengan berbagai slogan "Rasa malu harus berpindah pihak," yang dipopulerkan oleh penggugat di persidangan di Avignon, Gisele Pelicot.
Pelicot telah menjadi pahlawan feminis karena memilih untuk tampil di muka publik dalam persidangan kasusnya dibandingkan persidangan tertutup, meskipun isinya menyakitkan.
Reformasi Hukum
Hukum Prancis mendefinisikan pemerkosaan sebagai "setiap tindakan penetrasi seksual... dengan kekerasan, pengekangan, ancaman atau kejutan", tetapi tidak mencakup persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat. Hal tersebut menjadi tuntutan utama dari kelompok hak-hak perempuan terutama sejak gerakan MeToo yang diluncurkan pada akhir 2010an.
Demonstrasi tersebut, yang diserukan oleh lebih dari 400 kelompok kampanye, terjadi dua hari sebelum Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang jatuh pada Senin (25/11).
Menteri Kesetaraan Salima Saa telah menjanjikan langkah-langkah yang konkret dan efektif bertepatan dengan hari peringatan global tersebut.
Menurut laporan mingguan Tribune Dimanche, Minggu (24/11), Perdana Menteri Prancis Michel Barnier akan mengumumkan langkah-langkah termasuk peningkatan pelatihan bagi petugas polisi dan lebih banyak dukungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga yang meninggalkan rumah mereka.
Advertisement