Indonesia Mampu Deteksi Virus Corona COVID-19, Peneliti Berharap Ada Kolaborasi

Peneliti menyarankan adanya kolaborasi terkait penelitian dan deteksi virus corona COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 13 Feb 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2020, 12:00 WIB
Ilustrasi penelitian.
Ilustrasi penelitian. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Hingga kini belum ditemukan kasus infeksi virus corona atau COVID-19 di Indonesia. Hal itu menyebabkan banyak yang meragukan tentang akurasi dari tes yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Menanggapi hal itu, Prof. David H. Muljono, Peneliti Senior dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta mengatakan bahwa sesungguhnya Indonesia sudah bisa melakukan deteksi untuk infeksi virus corona.

"Deteksi ada. Tentang belum ketemunya itu tadi yang memang belum ada rujukan atau pasien-pasien menunjukkan gejala yang diperiksa. Apakah itu ada atau tidak, saya belum tahu. Tapi kenyataannya belum ada," kata David.

Namun, David merekomendasikan pertukaran informasi serta kolaborasi agar hasil deteksi COVID-19 menjadi lebih baik.

"Surabaya (Universitas Airlangga) ada, Litbangkes bisa, sini (Lembaga Eijkman) bisa. Kalau itu bisa saling tukar menukar informasi kan bisa improve," kata David kepada Health Liputan6.com ditemui di Jakarta pada Rabu kemarin, ditulis Kamis (13/2/2020).

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Bukan Hanya untuk COVID-19

Prof. David H. Muljono, peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman
Prof. David H. Muljono, peneliti senior dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan perlunya kolaborasi untuk penelitian dan deteksi virus corona COVID-19 (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

David sendiri mengharapkan adanya kolaborasi semacam ini. Menurutnya, kerja sama tersebut bukan hanya untuk kasus COVID-19, namun pada semua penyakit yang ada.

"Itu makanya ada kongres. Untuk memadukan. Mencari solusi yang terbaik. Mencari pendekatan atau teknologi yang bisa, paling baik, paling akurat atau mungkin perlu diimprovisasi. Itu kan kalau kongres itu kan dibandingkan," David menjelaskan.

Dalam pengalamannya meneliti hepatitis, David mengungkapkan bahwa ditemukan juga banyak hasil studi yang berbeda dari tiap-tiap penelitian.

Peneliti LBM Eijkmanm Frilasita Aisyah Yudhaputri mengatakan dalam presentasinya di sebuah seminar awam pada Rabu kemarin, bahwa mereka memiliki fasilitas laboratorium tersertifikasi untuk menangani patogen risiko tinggi (laboratorum Biosafety Level (BSL)-2 dan -3).

Fasilitas ini seperti yang dimiliki oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Dikutip dari Sehat Negeriku, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Vivi Setiawaty mengatakan, pemeriksaan spesimen ini telah mengikuti standar World Health Organization (WHO).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya