Liputan6.com, Jakarta Terkait anomali data kematian COVID-19, Kementerian Kesehatan menegaskan, perbaikan terus dilakukan daerah. Adanya anomali ini berujung akumulasi data kematian COVID-19 dihilangkan dalam penilaian indikator penanganan COVID-19 untuk sementara waktu.
Menurut Juru Bicara Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi, sebagaimana dengan evaluasi yang telah dilakukan, bahwa data kematian COVID-19 yang tercatat rupanya tidak menggambarkan situasi nyata (riil) saat ini.
Advertisement
Baca Juga
"Data kematian akibat Corona COVID-19 ada yang terakumulasi (laporan) tanggal/minggu, bahkan beberapa bulan sebelumnya. Ini menjadi kurang pas bila dijadikan indikator kondisi riil saat ini," terang Nadia melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (12/8/2021).
Selain itu, data kematian COVID-19 yang dihilangkan bertujuan supaya tidak bias dalam penilaian.
"Dengan evaluasi tersebut, kami kemudian memutuskan untuk mengeluarkan angka kematian yang akumulasi tanggal/minggu sebelumnya, supaya tidak menimbulkan bias dalam penilaian," imbuh Nadia.
"Tentunya, sambil terus ada perbaikan data ini selesai dilakukan daerah."
Â
** #IngatPesanIbuÂ
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Data Kematian COVID-19 Tercatat Tidak Realtime
Berdasarkan analisis dari data National All Record (NAR) Kemenkes, diperoleh pelaporan kasus kematian yang dilakukan daerah tidak bersifat realtime.
Akumulasi data kematian COVID-19 yang masuk pun dari bulan-bulan sebelumnya. Apalagi kurun waktu tiga minggu terakhir, angka kematian COVID-19 cenderung tinggi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tenaga Ahli Kemenkes Panji Fortuna Hadisoemarto mencontohkan, laporan kasus COVID-19 pada 10 Agustus 2021, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau pada seminggu sebelumnya.
Bahkan 10,7 persen di antaranya berasal dari kasus pasien positif COVID-19 yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari, namun baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal.
“Kota Bekasi, contohnya, laporan kemarin (10/8) dari 397 angka kematian yang dilaporkan, 94 persen di antaranya bukan merupakan angka kematian pada hari tersebut, melainkan rapelan angka kematian dari bulan Juli sebanyak 57 persen," terang Panji melalui keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Rabu (11/8/2021).
"Lalu bulan Juni dan sebelumnya sebanyak 37 persen. Dan 6 persen sisanya merupakan rekapitulasi kematian di minggu pertama bulan Agustus."
Contoh lainnya, Kalimantan Tengah, yang mana 61 persen dari 70 angka kematian COVID-19 yang dilaporkan pada 10 Agustus 2021 adalah kasus aktif yang sudah lebih dari 21 hari, tapi baru diperbarui statusnya.
Advertisement