Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan adalah perilaku yang dilakukan secara otomatis, menurut artikel tahun 2019 yang diterbitkan di Oxford Research Encyclopedia. Kebiasaan dapat dibentuk dan dihilangkan baik dengan sengaja atau tidak sengaja. Seseorang bahkan mungkin tidak menyadari beberapa perilaku ini.
Mindset coach serta profesor tamu inovasi dan kewirausahaan di University of Sunderland, Inggris Maurice Duffy mengatakan bahwa kebiasaan memainkan peran vital dalam menentukan tindakan seseorang.
Baca Juga
"Kebiasaan adalah keputusan kecil yang dibuat dan tindakan yang dilakukan setiap hari," katanya. "Hidupmu hari ini pada dasarnya adalah hasil dari kebiasaan tersebut."
Advertisement
Kendati demikian, kebiasaan tidak selalu merupakan keputusan sadar. Kebiasaan berbeda dari rutinitas.
"Kebiasaan adalah perilaku yang dilakukan dengan sedikit atau tanpa pemikiran," ucap Duffy kepada Live Science.
"Sebuah rutinitas melibatkan serangkaian perilaku (yang dilakukan) secara sering dan sengaja diulang. Tidak seperti kebiasaan, rutinitas tidak nyaman dan membutuhkan upaya untuk diubah. Kebiasaan, di sisi lain, mendarah daging dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga rasanya aneh jika tidak dilakukan."
Ingatlah bahwa tidak semua kebiasaan bermanfaat. Beberapa mungkin berbahaya.
Ini karena pembentukan kebiasaan tidak terjadi di korteks prefrontal—bagian pengambilan keputusan otak yang "masuk akal".
Sebuah artikel ulasan tahun 2006 yang diterbitkan dalam jurnal Nature Reviews Neuroscience menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengembangkan dan mempertahankan kebiasaan berasal dari basal ganglia.
Basal ganglia adalah kelompok neuron, atau sel-sel saraf, yang terletak jauh di dalam otak, di bawah materi putih.
Mereka membantu mengontrol gerakan tubuh, yang menjelaskan alasan perilaku tertentu dilakukan tanpa proses pengambilan keputusan, serta mengapa beberapa perilaku berkaitan dengan keadaan emosional seperti stres atau rasa sedih.
Berapa Lama Waktu yang Dibutuhkan untuk Membangun Kebiasaan?
Pengulangan sangat penting untuk membentuk kebiasaan. "Kebiasaan terbentuk melalui proses yang dikenal sebagai pembiasaan," ucap seorang peneliti gangguan makan di University of Minnesota Alyssa Roberts.
"Pembiasaan terjadi ketika suatu perilaku diulang berulang kali, sehingga otak beradaptasi dengan rutinitas dan membuat respons otomatis."
Konsep "habit loop" yang dipopulerkan oleh jurnalis Charles Duhigg dalam bukunya "The Power of Habit" sering digunakan untuk menjelaskan ilmu pembentukan kebiasaan. Menurut teori, ada tiga tahap untuk mengotomatisasi perilaku Anda, yaitu isyarat (pemicu), rutinitas (perilaku) dan hadiah.
Misalnya, situasi stres (isyarat) menyebabkan beberapa orang merespons dengan makan berlebihan (rutinitas), yang merupakan kegiatan yang dapat membawa kenyamanan untuk sementara (hadiah).
Ketika suatu perilaku sering diulang, otak mulai melihat isyarat sebagai peluang untuk mendapatkan hadiah. Pemicu akan meminta Anda melakukan tindakan yang sama demi mencari kesenangan.
Lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun kebiasaan tergantung pada apa isyarat dan rutinitas yang dimaksud.
Advertisement
Beda Tujuan, Beda Tingkat Upaya
Menurut studi 2009 yang diterbitkan dalam European Journal of Social Psychology, pembentukan kebiasaan dapat memakan waktu antara 18 hingga 254 hari. Jumlah rata-rata waktu yang dibutuhkan agar perilaku otomatis dilakukan adalah 66 hari, ucap apra peneliti.
Mereka mencatat bahwa tindakan yang berbeda membutuhkan tingkat upaya yang berbeda juga. Misalnya, seseorang yang berusaha membiasakan diri minum segelas air saat sarapan cenderung lebih sukses daripada seseorang yang berusaha melakukan 50 sit-up setiap hari.
Meski dapat dibentuk, cara untuk mempertahankan kebiasaan jangka panjang bisa jadi rumit.
Menurut ulasan tahun 2016 di jurnal Health Psychology Review, banyak faktor berbeda yang berperan dalam pencapaian perubahan perilaku yang awet. Misalnya, motif pribadi, sumber daya fisik, kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri, berbagai pengaruh sosial dan lingkungan, serta faktor biologis.
"Genetika dapat berperan, karena beberapa orang secara genetik cenderung membentuk kebiasaan lebih cepat daripada yang lain sebab gen reseptor dopaminnya," ujar Roberts.
Pentingnya Efikasi Diri
Sebuah ulasan tahun 2016 yang diterbitkan dalam jurnal Health Psychology menunjukkan bahwa efikasi diri juga bisa menjadi kunci untuk mengembangkan dan mempertahankan kebiasaan.
Efikasi diri adalah keyakinan terhadap kemampuan Anda untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan. Sederhananya, seseorang yang yakin bahwa dirinya tidak dapat mempertahankan perilaku baru akan cenderung gagal.
Efikasi diri yang lebih tinggi juga dihubungkan dengan hasil yang lebih baik dalam banyak intervensi kesehatan yang berbeda, menurut ulasan tahun 2016 di jurnal Health Education & Behavior.
Partisipan yang menunjukkan sifat ini cenderung lebih berhasil berhenti merokok, menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi alkohol serta meningkatkan aktivitas fisik.
Selain itu, Vahrmeyer mencatat bahwa cara seseorang membuat tujuan lebih menarik sama pentingnya.
"Jika proses membangun kebiasaan tidak melibatkan apa-apa selain pengorbanan diri tanpa imbalan, Anda tidak akan berpegang pada tujuan tersebut," kata Vahrmeyer.
Menurutnya, prosesnya perlu dirancang semudah mungkin. Misalnya, jika tujuannya adalah pergi ke gym tiga kali per minggu, pilih gym dengan lokasi yang nyaman. Anda juga bisa memberi diri sendiri hadiah atas kerja keras yang telah dilakukan.
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement