Liputan6.com, Jakarta Ada narasi mengenai larangan penggunaan vaksin polio tetes (Oral Polio Vaccine), salah satunya di Amerika Serikat (AS). Narasi ini muncul dalam artikel berjudul, Vaksin Tetes Polio yang Menyebabkan Polio: Malpraktek Medis dan Kegagalan Kemenkes, yang diunggah pada 14 Januari 2024.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Siti Nadia Tarmizi menanggapi bahwa secara umum, tidak ada larangan penggunaan vaksin polio OPV. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih merekomendasikan OPV.
Baca Juga
"Tidak ada larangan penggunaan OPV. WHO masih merekomendasikan pemberian kombinasi antara vaksin polio tetes (OPV) dan vaksin polio suntik (IPV)," terang Nadia saat dihubungi Health Liputan6.com baru-baru ini.
Advertisement
Kombinasi OPV dan IPV
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan menyusun program imunisasi rutin, yang menggunakan kombinasi antara OPV dan IPV (Inactivated Polio Vaccine). Vaksin polio tetes diberikan 4 kali pada usia 1, 2, 3, 4 bulan.
Kemudian vaksin polio suntik diberikan dua kali pada usia 4 dan 9 bulan.
"Hal ini berdasarkan rekomendasi dari WHO dan ikatan para ahli, seperti Komite Imunisasi Nasional dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)," lanjut Nadia.
"Rekomendasi ini tentunya berdasarkan situasi penyakit di Indonesia."
Kombinasi Vaksin Beri Perlindungan
Siti Nadia Tarmizi juga menegaskan, kombinasi vaksin polio tetes dan suntik dapat memberikan perlindungan kepada anak-anak. Tentunya, kekebalan terbentuk kuat bila cakupan imunisasi polio tinggi di tiap daerah.
"Kombinasi ini dapat memberikan perlindungan dari virus polio tipe 1, tipe 2 dan tipe 3," tegasnya.
"Dan khusus untuk vaksin tetes, vaksin ini dapat membentuk kekebalan komunitas (herd immunity) jika cakupan di setiap wilayah tinggi dan merata."
Advertisement
Risiko Virus Polio dari Vaksin
Narasi larangan vaksin OPV dikaitkan dengan adanya virus Polio dari vaksin. Terlebih lagi, Indonesia sudah melaporkan kejadian penularan virus Polio dari vaksin kepada WHO.
Berikut ini kutipan dari artikel berjudul, Vaksin Tetes Polio yang Menyebabkan Polio: Malpraktek Medis dan Kegagalan Kemenkes yang tayang di situs Investigasi.org.
Penting untuk dicatat bahwa dulu OPV memiliki manfaat dalam memberikan kekebalan kolektif dan mengendalikan penyebaran Polio, bahkan eradikasi Polio akibat virus liar di hampir seluruh dunia. Di Indonesia, virus Polio liar sudah berhasil diberantas sejak lama.
Namun risiko VDPV (Polio akibat vaksin) menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan vaksinasi global. Inilah sebabnya mengapa beberapa negara telah memilih untuk menggunakan vaksin yang tidak menyebabkan reaktivasi virus, seperti IPV, untuk mencegah kasus Polio terkait vaksin.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan pernyataan yang mencengangkan bahwa semua kasus Polio di Indonesia adalah Polio Tipe 2, yang disebabkan oleh Oral Polio Vaccine (OPV).
Beberapa negara, seperti Amerika Serikat yang sudah melarang penggunaan OPV sejak tahun 2000, telah mengambil langkah tegas terhadap vaksin ini akibat masalah serius yang muncul dari penggunaannya.
Rekomendasi WHO Soal OPV dan IPV
Merujuk Recommended Routine Immunization WHO yang diperbarui Maret 2023, tertulis:
Semua anak di seluruh dunia harus sepenuhnya divaksinasi terhadap polio dan setiap negara harus berusaha untuk mencapai dan mempertahankan tingkat cakupan vaksin polio yang tinggi untuk mendukung komitmen global untuk memberantas polio.
BOPV dan IPV
Untuk semua negara yang menggunakan OPV dalam program imunisasi nasional mereka, WHO merekomendasikan 3 dosis bivalent oral polio vaccine (BOPV) dan 2 dosis IPV.
Jadwal untuk memberikan 3 dosis bOPV mulai dari usia minimal 6 minggu, dengan interval minimal 4 minggu. Dosis IPV pertama harus diberikan sejak usia minimal 14 minggu (dengan DTP3/Penta3), dengan dosis IPV kedua diberikan setidaknya 4 bulan kemudian (mungkin bertepatan dengan vaksin lain yang diberikan pada usia 9 bulan).
Dua dosis IPV memberikan kekebalan terhadap kelumpuhan dari virus poliovirus tipe 2 dan juga meningkatkan imunitas terhadap polio tipe 1 dan 3.
Advertisement