Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi mengungkap data sementara peserta Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang sudah menjalani skrining ginjal.
Menurutnya, jumlah orang yang sudah menjalani pemeriksaan ginjal dalam program CKG ada 30 ribu orang.
Baca Juga
“Memang jumlahnya masih sangat kecil, kurang lebih masih 30 ribu,” kata Nadia dalam peringatan Hari Ginjal Sedunia di Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).
Advertisement
Dari jumlah tersebut, Nadia menyampaikan bahwa 50 persen peserta ternyata mengalami gangguan ginjal.
“Itu 50 persennya dengan gangguan urine kreatinin, tapi memang dia hipertensi, diabetes, jadi dia ada faktor risiko dulu dan dia enggak punya gejala. Pada saat diperiksa 50 persen mengalami gangguan ginjal,” katanya.
Nadia menjelaskan, CKG memang mencakup skrining ginjal terutama bagi pasien berisiko yakni pasien dengan diabetes, hipertensi, kolesterol, dan obesitas.
“Skrining ginjal ini dilakukan di puskesmas bukan di rumah sakit, artinya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Tujuan skrining adalah mengintervensi lebih dini,” jelasnya.
Masalah ginjal adalah penyakit tidak menular yang memiliki kaitan erat dengan beberapa faktor risiko termasuk kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat. Maka dari itu, disediakan kuesioner terkait kebiasaan merokok, minum alkohol, kurang makan sayur, dan lain-lain.
“Penilaian faktor risiko ini kita lakukan lewat kuesioner dalam pemeriksaan kesehatan gratis yang kita luncurkan di 10 Februari kemarin. Faktor lain seperti obesitas juga diukur, obesitas kan juga faktor risiko untuk ginjal, begitu juga diabetes dan hipertensi,” jelas Nadia.
Tak Semua Peserta CKG Lakukan Skrining Ginjal
Jika peserta CKG menunjukkan indikasi masalah ginjal, sambungnya, maka akan dilakukan pemeriksaan urine kreatinin.
“Memang saat ini (cek) ginjal bukan dilakukan kepada seluruh orang (peserta CKG). Karena, sebenarnya kita mau beresin dulu yang faktor risiko tadi. Bahwa orang yang diabetes melitus, obesitas, hipertensi, dan dislipid (kolesterol) itu yang berisiko untuk ginjalnya rusak,” terangnya.
Dengan kata lain, peserta CKG yang akan mendapatkan skrining ginjal adalah mereka yang mengidap obesitas, hipertensi, diabetes, dan penyakit kolesterol.
“Jadi kalau orang yang kita dapatkan itu dia diabetes, hipertensi, obesitas, dan gangguan dislipid maka dia dilanjutkan pemeriksaannya untuk pemeriksaan ginjal dengan urine kreatinin,” ucapnya.
Advertisement
Pentingnya Deteksi Dini Masalah Ginjal
Sebelumnya dijelaskan bahwa penyakit ginjal kronik (PGK) tercatat sebagai penyebab 4,6 persen kematian global pada tahun 2017.
Angka ini diprediksi akan terus meningkat dan PGK diperkirakan akan menjadi penyebab kematian tertinggi ke-5 di seluruh dunia pada tahun 2040. Masalah ginjal umumnya tak dirasakan di tahap awal hingga baru terdeteksi saat sudah parah yakni saat 90 persen fungsinya hilang.
Maka dari itu, kebijakan deteksi dini untuk individu yang berisiko harus diterapkan secara nasional untuk mengurangi biaya perawatan kesehatan terkait gagal ginjal dan meningkatkan kualitas hidup.
Klinisi pada layanan primer dan petugas kesehatan garis depan harus dilatih untuk mengintegrasikan beberapa pemeriksaan untuk PGK ke dalam perawatan rutin. Terutama bagi populasi berisiko tinggi, bahkan ketika waktu dan sumber daya terbatas.
Deteksi Dini Ginjal Bisa Turunkan Beban Biaya Berobat
Deteksi dini diyakini dapat menekan biaya penanganan pasien ginjal yang nominalnya terus bertambah setiap tahun.
“Biaya pelayanan kesehatan gagal ginjal terus meningkat setiap tahunnya, bahkan mencapai Rp. 11 triliun. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) perlu dimarakkan agar semakin banyak pasien yang dilakukan skrining penyakit ginjal,” kata Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat - BPJS Kesehatan, Ari Dwi Aryani, dalam kesempatan yang sama.
Promosi kesehatan juga harus ditingkatkan, lanjut Ari. Melalui skrining dan promosi kesehatan tersebut, diharapkan angka kejadian penyakit ginjal kronis menurun, sehingga pengeluaran untuk gagal ginjal juga berkurang.
“Pemeriksaan terkait PGK harus diintegrasikan ke dalam intervensi komunitas yang sudah ada. Misalnya, yang menargetkan kesehatan ibu, HIV, tuberkulosis, dan penyakit tidak menular lainnya untuk menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi,” ujarnya.
Advertisement
