Bolehkah Menunda Sholat saat Driver Online Dengar Adzan? Penjelasan Fiqih Gus Baha

Gus Baha menjelaskan bahwa seseorang boleh melanjutkan tugasnya, terutama jika waktu sholat masih panjang. Contohnya, waktu Magrib dan Isya dapat dijamak jika ada alasan yang mendesak.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Nov 2024, 05:30 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2024, 05:30 WIB
Gus Baha (SS: YT. @NgajiGusBaha)
Gus Baha (SS: YT. @NgajiGusBaha)

Liputan6.com, Jakarta - Ulama asal rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) membahas pertanyaan seputar sholat bagi driver yang tengah menjalankan tugas saat adzan berkumandang. Menurutnya, persoalan ini masuk dalam ranah fikih sosial, yang memerlukan pemahaman khusus tentang kewajiban ibadah di tengah tuntutan pekerjaan.

Gus Baha menegaskan bahwa waktu sholat itu fleksibel dalam fiqih, kecuali untuk sholat Subuh yang tidak memiliki opsi jamak.

“Kalau kamu sedang mengantar barang atau penumpang dan mendengar adzan, kamu tidak harus langsung berhenti untuk sholat, karena adzan hanya menandakan awal waktu sholat, bukan akhir waktu,” jelasnya, dikutip dari kanal YouTube @Santri Gus Baha.

Ia menjelaskan bahwa seseorang boleh melanjutkan tugasnya, terutama jika waktu sholat masih panjang. Contohnya, waktu Magrib dan Isya dapat dijamak jika ada alasan yang mendesak. “Jika masih awal waktu, kamu bisa menyelesaikan tugas dulu tanpa takut kehabisan waktu sholat,” lanjut Gus Baha.

Namun, saat waktu sholat sudah hampir habis, ibadah harus diprioritaskan, terutama untuk sholat Subuh yang tidak memiliki opsi jamak. Gus Baha menyarankan agar para driver memahami batas waktu sholat agar dapat mengatur tugas dengan baik tanpa mengabaikan kewajiban ibadah.

Menurut Gus Baha, persoalan ini lebih kepada memilih yang utama (afdhal), bukan kewajiban mendesak. “Jika waktu masih panjang, melanjutkan tugas juga bisa dianggap sebagai amanah, asalkan tidak sampai mengabaikan waktu salat,” tambahnya.

Gus Baha juga menjelaskan bahwa dalam fikih, hak sosial dapat mengalahkan hak-hak Allah dalam situasi tertentu. “Kalau ada hal mendesak seperti mengantar pasien atau kebutuhan darurat lainnya, ibadah sosial didahulukan, karena Allah tidak membutuhkan ibadah kita,” ungkapnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Begini Contoh dan Konsepnya

Ojek Online Gunakan Pelindung Pembatas Antar Penumpang
Ilustrasi Driver Grab Bike. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Ia menambahkan bahwa dalam hal ini, Allah selalu memahami kondisi umat-Nya. Gus Baha memberikan contoh, bahwa jika ada situasi yang mengharuskan tindakan cepat demi kelangsungan hidup seseorang, Allah tidak akan mempermasalahkan penundaan salat.

Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan tentang konsep Hak adami (hak manusia) dan Hakullah (hak Allah) dalam fikih. Ketika keduanya bertemu dalam kondisi mendesak, maka hak manusia yang darurat lebih didahulukan, bukan karena Allah kalah, tetapi karena sifat-Nya yang Maha Pengertian.

Gus Baha mengibaratkan dengan kasih sayang orang tua, di mana orang tua yang baik akan mengutamakan kebutuhan mendesak anaknya. “Allah itu lebih baik daripada orang tua kita. Jika orang tua rela kebutuhan mereka diabaikan demi anaknya, maka Allah tentu lebih memahami,” jelasnya.

Ia kemudian mencontohkan situasi lain, seperti seorang dokter yang harus menjalankan operasi darurat. Dalam situasi ini, melaksanakan tugas lebih penting karena menyangkut keselamatan orang lain.

Menurut Gus Baha, dalam kondisi darurat, ulama membolehkan seseorang menjamak Magrib dengan Isya atau Zuhur dengan Asar, meski tidak sedang dalam perjalanan jauh. Jika ada keadaan mendesak yang menyebabkan sholat tertunda, seseorang tidak dianggap melalaikan sholat.

Adzan Itu Tanda Awal Waktu, Jangan Gugup

cara sholat hajat
Ilustrasi sholat ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion

Sebagai contoh, jika waktu Magrib hampir habis dan seorang dokter harus menjalankan operasi yang krusial, ia dapat menjamak Magrib dan Isya. Jamak di sini tidak menggugurkan kewajiban sholat, melainkan memberikan kelonggaran dalam keadaan darurat.

Namun, untuk sholat Asar yang tidak bisa dijamak dengan Magrib, bila waktunya hampir habis, seseorang yang mendesak tugas seperti operasi akan dianggap meng-qada sholatnya, karena jamak tidak bisa dilakukan pada waktu tersebut.

Gus Baha menyarankan para driver untuk memahami konsep fikih sosial ini agar dapat membuat keputusan bijak saat bekerja. Dengan begitu, mereka dapat tetap menjalankan kewajiban agama tanpa merasa bersalah atau terbebani.

Pada akhirnya, Gus Baha berpesan agar tidak perlu terburu-buru menghentikan aktivitas hanya karena adzan terdengar, terutama jika masih di awal waktu. Ia mengingatkan bahwa yang harus diperhatikan adalah ketika waktu hampir habis dan tidak ada pilihan jamak.

Menurut Gus Baha, selama seseorang berusaha menunaikan sholat dalam waktunya dan tidak sengaja menunda sampai akhir waktu, Allah akan memaklumi keadaan tersebut.

Ia menyimpulkan bahwa fikih sosial membantu umat memahami cara menyeimbangkan antara ibadah dan tugas dunia, tanpa mengabaikan salah satu. Dengan pemahaman ini, para driver dapat menjalankan tugas tanpa terbebani atau takut mengabaikan ibadah.

Gus Baha mengingatkan, tujuan utama syariat adalah memudahkan umat, bukan untuk menciptakan kesulitan atau ketegangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya