Jokowi Dinilai Perlu Kuatkan Komunikasi dengan PDIP dan Megawati

Jokowi diharapkan tidak goyah atas munculnya dorongan-dorongan agar berpisah dengan Megawati dan PDIP.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 12 Feb 2015, 07:39 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2015, 07:39 WIB
Jokowi-Mega Dulang Suara di Yogyakarta 25 Maret
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi dinilai perlu menguatkan kembali jalinan komunikasi dan ikatan politiknya dengan PDIP dan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Hal ini terkait dengan isu mengenai adanya pihak-pihak yang mendorong Jokowi memisahkan diri dari PDIP dan Megawati, terutama tak segera selesainya konflik KPK versus Polri.

"Kecuali jika memang Presiden Jokowi ingin bunuh diri secara politik," ujar pengamat politik yang juga dosen Fisip Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi di Jakarta, Rabu (11/2/2015).

Haryadi menilai, isu yang mendorong Jokowi memisahkan diri PDIP dan Megawati makin menguat. Namun demikian, Jokowi diharapkan tidak goyah atas munculnya dorongan-dorongan itu.

Menurut dia, dorongan untuk berpisah dengan partai yang mengusungnya dalam Pilpres 2014 berasal dari figur atau faksi kelompok relawan pendukung presiden yang berkarakter anti-partai.

"Menurut saya, jika langkah itu diambil Presiden Jokowi, mungkin saja Megawati dan PDIP akan sedikit merugi, tapi tetap akan eksis sebagai kekuatan politik besar. Karena pondasi Megawati dan PDIP sudah kokoh. Sementara bagi Presiden Jokowi, niscaya akan merupakan bunuh diri politik dan konyol," tegas dia.

Sebab, menurut Haryadi, anti-partai berarti menentang semangat konstitusi yang mengharuskan pengembangan demokrasi Indonesia berpilar partai. Sehingga, imbasnya, Jokowi akan kehilangan basis kekuatan di parlemen.

Dia mengatakan, dengan sikapnya itu mungkin saja ada partai lain yang siap mendukung Jokowi di parlemen, akan tetapi kepentingannya semu dan sesaat. Hasilnya, kinerja kekuasaan pemerintahan tidak akan efektif.  

"Pada saat yang sama, memisahkan diri dari Megawati, maka Presiden Jokowi akan kehilangan patron ideologi nasionalisme-kewargaan. Juga, Presiden Jokowi akan mudah dicap sebagai pengkhianat politik," tegas Haryadi. (Mvi/Ans)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya