Jaksa Agung: Kasus HAM Berat Minim Saksi dan Bukti untuk Diadili

Politikus Partai Nasdem itu melanjutkan, selain sulitnya bukti dan saksi, proses yudisial juga membutuhkan persiapan yang cukup lama.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 31 Jul 2015, 23:09 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2015, 23:09 WIB
Jaksa Agung Umumkan Lima Nama Capim KPK dari Kejagung
Jaksa Agung, M Prasetyo saat ditanya wartawan terkait lima calon komisioner KPK di Jakarta, Selasa (23/6/2015). Lima nama tersebut yakni Joko Soebagyo, Djasman Pandjaitan, Sri Haryati SH MH, Suhardi SH MH dan M Rum SH MH. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung memberi isyarat tidak akan membawa kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu ke meja hijau. Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, dirinya ingin bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM secara yudisial, namun sulit menemukan bukti.

"Ya kami berkeinginan kalau bisa itu diselesaikan secara yudisial. Tapi kan kenyataannya, bukti dan saksi tidak mendukung (minim)," kata Prasetyo di Kejagung, Jakarta, Jumat (31/7/2015).

Politisi Partai Nasdem itu melanjutkan, selain sulitnya bukti dan saksi, proses yudisial juga membutuhkan persiapan yang cukup lama. Mekanismenya harus ke DPR terlebih dahulu dan menunggu aturan pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc.

"Yang paling pasti mengalami kesulitan yaitu mencari bukti-buktinya," tegas Prasetyo.

Ia kembali menuturkan, pada dasarnya Kejagung ingin agar kasus ini bisa segera selesai agar tak menjadi beban masa lalu. Karena itu kementerian dan lembaga penegak hukum terkait membentuk tim untuk menuntaskan kasus ini.

"Bagaimana teknisnya, terkait timeline dan sebagainya, akan dilakukan oleh tim yang sudah dibentuk. Sejauh ini, hal tersebut masih dibahas," tutur Prasetyo.

Ia pun mengatakan, Presiden berpesan dan meminta kasus dugaan pelanggaran HAM berat harus segera dituntaskan agar tidak menjadi beban sejarah untuk generasi yang akan datang. Lebih lanjut Prasetyo mengungkapkan, saat ini tim terus melakukan pendekatan terhadap keluarga korban maupun korban pelanggaran HAM.

Kenyataannya, lanjut Prasetyo, dalam sejumlah dialog yang terjadi, ada pihak-pihak yang lebih keras daripada keluarga korban atau korban itu sendiri.

"Jadi ini bukan kesimpulan saya. Sebagian keluarga korban dan korban cukup bisa mengerti," tutup dia. (Ado/Mar)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya