Pengamat: KPK Harus Tuntaskan Kasus Dugaan Suap Emirsyah Satar

Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp 20 miliar.

oleh Liputan6 diperbarui 23 Jan 2017, 07:14 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2017, 07:14 WIB
Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, sebagai tersangka dugaan suap pembelian pesawat Airbus A330 (AFP PHOTO / ROSLAN RAHMAN)AFP PHOTO / FYROL ANWAR

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat penerbangan Arista Admadjati mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus secepatnya menuntaskan pemeriksaan mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar tersangka kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat dari Air Bus SAS dan Rolls Royce Plc pada Garuda.

"Penuntasan pemeriksaan kasus suap ini agar tidak berdampak pada kinerja dan operasional Garuda ke depan. Garuda adalah BUMN yang membawa nama Indonesia, jadi jangan sampai kasus ini berlarut-larut hingga mempengaruhi perusahaan," kata Arista seperti dikutip Antara, Jakarta, Minggu 22 Januari 2017.

Menurut dia, sebagai lembaga anti rasuah, KPK dalam menjalankan tugasnya jangan berhenti pada dua nama Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo, tapi juga harus sampai pada nama-nama yang terlibat di dalamnya.

"KPK saya yakin tidak takut menuntaskan pemeriksaan meskipun disebut-sebut ada nama-nama yang menyangkut pejabat atau kelompok usaha tertentu," kata dia.

Garuda tambah Arista, selama ini telah menerapkan sistem tata kelola perusahaan (GCG) sehingga dalam transaksi pengadaan barang dan jasa pasti sudah mengikuti e-procurement.

"Pengadaan pesawat merupakan transaksi internasional yang serba ketat dan sarat ketentuan. Sehingga kasus suap ini tidak mungkin menyangkut korporasi Garuda yang memiliki reputasi perusahaan dengna GCG terbaik, tapi lebih kepada perseorangan yang terlibat di dalamnya," tegas Arista.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan banyak bukti yang relevan untuk penyidikan salah satunya sistem komunikasi yang dilakukan, beberapa catatan perbankan, termasuk berasal dari Serious Fraud Office (SFO) Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.

Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp 20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada Garuda Indonesia.

Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku 'beneficial owner' dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.

Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.

KPK sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah lima orang ke luar negeri, yaitu Emirsyah Satar, Soetikno Soedarjo dan saksi mantan Direktur Operasional Citilink Indonesia dan mantan Dirut PT Garuda Maintenance Facilities (GMF) Hadinoto Soedigno, mantan Vice President Asset Management Garuda Indonesia Agus Wahyudo, serta Sallyawati Rahardja yang menduduki posisi penting di sejumlah unit usaha di bawah naungan MRA.

Emirsyah menegaskan dirinya tidak pernah menerima sesuatu apa pun yang berkaitan dengan jabatan.

"Sepengetahuan saya, selama saya menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia, saya tidak pernah melakukan perbuatan yang koruptif ataupun menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatan saya," ujar Emir, Jumat 20 Januari 2017.

Untuk menangani kasus tersebut, Emirsyah telah menunjuk penasehat yaitu Luhut MP Pangaribuan. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya