Sidang Kasus Korupsi E-KTP Tertutup, Dewan Pers dan KPI Protes

Dewan Pers bersama KPI, IJTI, PWI, dan AJI mengeluarkan pernyataan besama menyikapi sidang kasus korupsi e-KTP yang tertutup.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Mar 2017, 17:36 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2017, 17:36 WIB
Sidang Kasus Korupsi E-KTP
Sidang Kasus Korupsi E-KTP

Liputan6.com, Jakarta Dewan Pers bersama Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), menyikapi larangan peliputan sidang korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (9/3/2017), pernyataan bersama Dewan Pers diwakilkan oleh ketuanya Yoseph Adi Prasetyo dan sekretarisnya Wina Armada. Sedangkan dari IJTI oleh Ketua Umum Yadi Hendriana, AJI oleh Kepala Bidang Advokasi Iman D Nugroho, dan Agung Supriyo dari Komisioner KPI.

Berikut pernyataan bersama menyikapi larangan peliputan live sidang kasus E-KTP:

1. Korupsi Proyek E-KTP merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) karena dilakukan oleh orang-orang terhormat yang  hidup berkecukupan tetapi mengakibatkan rakyat menjadi korban dan terjadi secara sistematis dengan dampak yang meluas  dan menyangkut hajat hidup Warga Negara Indonesia (WNI) dan dibiayai oleh uang rakyat (APBN). Kejahatan ini diduga melibatkan berbagai pihak di kalangan parleman, politisi dan birokrat.

2. Korupsi dapat memberikan dampak negatif berupa munculnya ekonomi biaya tinggi, ketidak percayaan terhadap demokrasi dan pelayanan publik, gagalnya perwujudan pemerintahan yang baik (good goverment) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

3. Persidangan kasus ini harus berjalan transparan, terbuka, objektif dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

4. Pers sebagai lembaga pengawas yang mewakili masyarakat bertugas memenuhi hak masyarakat atas informasi dan hak masyarakat untuk tahu. Hal ini dijamin Undang-Undang untuk bebas mengumpulkan, memiliki, mencari, mengolah, dan menyebarluaskan informasi, termasuk persidangan kasus E-KTP.

5. Siaran langsung merupakan salah satu format pelaporan dalam jurnalistik, format ini semakin mudah dilakukan seiring berkembangnya teknologi. Kami menyadari, siaran langsung bisa membantu publik untuk menyaksikan langsung jalannya persidangan , sekaligus menjadi sarana kontrol publik. Namun, hal ini juga harus memperhatikan KUHP mengenai larangan para saksi dan  ahli untuk saling mendengarkan; prinsip perlindungan saksi, whistle blower dan terutama justice collaborator.

6. Kami menghormati keputusan Majelis Hakim dalam mengatur persidangan termasuk boleh tidaknya siaran langsung persidangan. Namun, kami menghimbau agar Ketua Majelis Hakim, berkenan untuk mengijinkan dilakukannya siaran langsung di luar jadwal persidangan terkait pemeriksaan materi perkara, antara lain pembacaan dakwaan, eksepsi, repliek, dupliek, putusan sela, tuntutan, pledoi dan vonis.

7. Mengajak kepada seluruh Jurnalis untuk melakukan pemberitaan persidangan kasus korupsi E-KTP secara transparan, berimbang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan P3SPS dalam penyiaran serta menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), dan tidak melakukan Trial by The Press.

Dalam kasus korupsi e-KTP yang diperkirakan merugikan negara lebih dari Rp 2 triliun itu, diduga sejumlah pejabat terlibat. Di antaranya Ketua DPR Setya Novanto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Namun, keduanya membantah terlibat kasus tersebut.

"Saya demi Allah kepada seluruh Indonesia, bahwa saya tidak pernah menerima apa pun dari e-KTP," ujar Novanto saat berpidato dalam Rakornis Partai Golkar di Redtop Hotel Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.

Bantahan juga disampaikan Ganjar Pranowo. Dia menyebutkan dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP. "Ya saya sudah dapat yang distabilo itu. Saya pastikan saya tidak terima," kata Ganjar saat dihubungi dari Jakarta, Rabu 8 Maret 2017.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya