Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan beranggapan rekomendasi 200 Mubalig versi Kementerian Agama (Kemenag) yang tidak tetap, bisa membingungkan Umat Islam. Apalagi, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi pernah mengatakan 200 nama mubalig yang direkomendasikan Kemenag tidak wajib dan tidak mengikat. Menurut Taufik, ini akan semakin membingungkan masyarakat.
“MUI bilang tidak perlu diikuti. Lalu kenapa Kemenag harus mengeluarkan daftar rekomendasi itu. Apalagi ini daftarnya sementara, dan kemungkinan akan bertambah lagi. Ini pembenaran terus dari Kemenag, yang nantinya malah membingungkan masyarakat,” tandas Taufik dalam rilis yang diterima Parlementaria, Sabtu (19/5/2018).
Baca Juga
Menurut Taufik, para menteri, khususnya Menteri Agama, jangan terlalu mudah mengeluarkan kebijakan atau rekomendasi, tanpa sebelumnya berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo. Paling tidak, rekomendasi dikeluarkan tidak dengan asal-asalan, karena banyak nama mubalig pada ormas-ormas Islam yang besar tidak ada dalam rekomendasi itu.
Advertisement
Sebelumnya, Kemenag merekomendasikan 200 nama penceramah atau mubalig. Nama-nama ini sudah sesuai masukan para ulama hingga kiai. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya meminta informasi dari sejumlah ormas Islam, masjid besar, tokoh-tokoh ulama kiai pemuka agama.
Jumlah 200 nama ini tentu belum final. Menurut Lukman, masih ada nama-nama lain yang direkomendasikan sebagai penceramah. “Tentu ini nanti akan secara bertahap akan ada susulan, bukan berarti yang tidak termasuk daftar 200 itu bukan penceramah moderat. Tapi yang jelas yang 200 itu sudah benar-benar atas rekomendasi dari sejumlah kalangan,” jelas Lukman.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia menegaskan, 200 daftar nama mubalig atau penceramah yang direkomendasikan Kementerian Agama belum final. Jumlah nama-nama mubalig yang diperoleh dari masukan berbagai sumber itu masih bersifat dinamis dan bisa bertambah, seiring waktu.
“Rekomendasi dari Kemenag tersebut, menurut hemat kami bukan menjadi sebuah keharusan yang harus diikuti, tetapi hanya sebuah pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat. Masyarakat memiliki hak untuk memilih penceramah agama yang sesuai dengan kebutuhannya,” jelas Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi.
(*)