Kasus Dugaan Korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta, Pakai Jasa EO hingga SPJ Kegiatan Fiktif

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta menggunakan jasa event organizer atau EO.

oleh Winda Nelfira diperbarui 02 Jan 2025, 21:25 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2025, 21:25 WIB
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta menggunakan jasa event organizer atau EO.

"Jadi kasus di Dinas Kebudayaan ini dilakukan dengan modus pihak-pihak pimpinan di Dinas Kebudayaan ini bekerjasama dengan seseorang sebagai EO, tapi EO ini tidak terdaftar," ujar Yutris di Kantor Kejati, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2024).

Menurut dia, jasa EO dipakai guna menyusun surat pertanggungjawaban (SPJ) kegiatan fiktif yang diteken dengan stempel palsu.

"EO ini membuat beberapa perusahaan, membuat vendor-vendor yang selanjutnya kegiatan-kegiatan di Pemprov itu, seolah-olah dilaksanakan oleh EO ini, dan bekerja sama dengan vendor-vendor di bawahnya," ucap Yutris.

Adapun, lanjut dia, pemilik EO berinisial GAR yang juga ditetapkan sebagai tersangka bersama dua tersangka lain, yakni Kepala Dinas Kebudayaan nonaktif berinisial IHW yang bersama Plt Kepala Bidang Pemanfaatan berinisial MFM.

Yutris mengatakan, dalam pelaksanaannya ada kegiatan yang sepenuhnya dilakukan secara fiktif. Lalu, ada beberapa kegiatan lainnya yang digelar sebagian, namun sebagian lainnya fiktif belaka.

"Tetapi semuanya dilengkapi dengan pertanggungjawaban penggunaan anggaran atau SPJ dengan menggunakan stempel-stempel palsu," papar dia.

Yutris berujar, pemilik EO berinisial GAR dikenalkan oleh Kepala Disbud Jakarta nonaktif IHW. Bahkan, GAR disediakan ruangan khusus di Kantor Disbud Jakarta untuk menjalankan perannya..

"EO ini dibuatkan ruangan di Dinas Kebudayaan Jakarta, serta mempunyai beberapa orang staf yang juga ikut berkantor di situ. Sehingga EO ini adalah EO yang memonopoli kegiatan di Dinas tersebut," kata dia.

 

Nama Perusahaan Fiktif

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta. (Liputan6.com/Winda Nelfira)

Selain itu, menurut Yutris, nama sejumlah perusahaan juga dipinjam untuk melengkapi Surat Pertanggungjawaban atau SPJ kegiatan fiktif. Perusahan yang namanya dipinjam diberi imbalan 2,5 persen.

"Tanpa perusahaan-perusahaan itu melaksanakan kegiatan sebagaimana tercantum dalam kegiatan yang ada di Dinas Kebudayaan," tandas Yutris.

Meski begitu, total kerugian negara imbas korupsi ini sedang dihitung oleh auditor Kejati. Sementara itu, proses penyidikan masih akan terus dilakukan.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta tengah mengusut kasus dugaan korupsi Laporan Pertanggungjawaban atau LPJ fiktif di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Modusnya pun diungkap.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, Dinas Kebudayaan Jakarta menganggarkan pelbagai kegiatan di Tahun 2023. Dia menyebut, nilai angggaran kegiatan selama setahun itu mencapai Rp150 miliar.

Namun, dalam pelaksanaannya ada indikasi terjadi penyimpangan. Misalnya terkait dengan kegiatan sanggar tari. Dinas Kebudayaan Jakarta tidak melaksanakan kegiatan tersebut, tapi ada laporan pertanggungjawabannya.

"Nah, diduga itu fiktif kegiatannya, jadi stempel-stempel tari ini diduga dipalsukan. Itu salah satu modus ya," ujar dia kepada wartawan, Kamis 19 Desember 2024.

 

Kantor Dinas Digeledah, Ratusan Stempel Palsu Disita

Ilustrasi Korupsi (Istimewa)
Ilustrasi Korupsi (Istimewa)

Syahron mengatakan, pihaknya menyita ratusan stempel terdiri dari UMKM EO sanggar seni yang diduga dipalsukan. Kejati Jakarta akan membeberkan secara detail modus korupsi LPJ fiktif tersebut setelah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka

"Nanti detailnya setelah kita menetapkan tersangka. Ini baru penyidikan umum ya. Nah, untuk penyidikan khusus nanti kita akan periksa pihak-pihak terkait," ujar dia.

Dalam kasus ini, Kejati Jakarta telah memeriksa saksi dari Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta, pihak Events Organizer dan lain-lain. "Detailnya saya belum tahu, nanti saya update," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi Jakarta menggeledah sejumlah tempat terkait penyidikan kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Beberapa barang bukti disita di antaranya ratusan stempel.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan, menerangkan ratusan stempel diduga dipalsukan untuk pencairan anggaran dinas.

Barang bukti itu ditemukan di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta dan Kantor EO GR-Pro di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Iya betul, ratusan stempel dipalsukan dan digunakan untuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan," ujar Syahron saat dihubungi, Rabu 18 Deseber 2024.

Syahron merinci, stempel yang dipalsukan antara lain, stempel sanggar kesenian dan stempel UMKM. Dalam hal ini, seolah-olah kegiatan telah dilaksanakan dan dibuktikan dengan stempel untuk mencairkan anggaran.

"Faktanya, kegiatan sama sekali tidak ada," ucap Syahron.

 

Kejati Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta

korupsi eks bupati mimika
Eks Bupati Mimika Ausilius You segera ditahan kejaksaan karena korupsi (ilustrasi)

Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta.

Tiga tersangka yang dimaksud, antara lain Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta berinisial IHW, Plt Kepala Bidang Pemanfaatan berinisial MFM, dan tersangka GAR selaku pemilik event organizer (EO) untuk mengghelat kegiatan fiktif. Dana yang dikorupsi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta.

"Hari ini kami telah menetapkan tiga orang yang tersangka, dua orang dari Aparatur Sipil Negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta atau vendor. Ketiga orang tersangka tersebut selanjutnya akan kami lakukan proses," kata Kepala Kejati Jakarta Patris Yusrian Jaya di Kantor Kejati, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).

Patris menyampaikan, tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama-sama tersangka MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bersepakat menggunakan Tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta.

MFM dan GAR bersepakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna pencairan dana kegiatan pergelaran seni dan budaya.

"Kemudian uang SPJ yang telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar yang dipakai namanya ditarik kembali oleh Tersangka GAR dan ditampung di rekening Tersangka GAR yang diduga digunakan untuk kepentingan Tersangka IHW maupun Tersangka MFM," ucap Patris.

Menurut Patris, dalam tahap penyidikan, penyidik telah melakukan penahanan kepada tersangka GAR di Rumah Tahanan Negara Cipinang untuk 20 (dua puluh) hari ke depan.

"Hari ini salah satu tersangka dengan inisial GAR, di mana rekan-rekan ketahui dan saksikan tadi telah kami lakukan penahanan rumah tahanan negara selama 20 hari ke depan untuk proses penyelidikan," jelas Yatris.

Sementara itu, terhadap tersangka IHW dan MFM yang saat ini tidak hadir dalam pemeriksaan saksi, maka akan dilakukan pemanggilan kembali oleh penyidik selaku tersangka pada minggu depan.

"Dan saya masih menunggu pendapat dari penyelidik mengenai upaya-upaya paksa yang dilakukan dalam proses hukum ini termasuk di antaranya upaya penahanan," ucapnya.

Patris menuturkan, perbuatan IHW, MFM, dan GAR bertentangan dengan sejumlah aturan, antara lain UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, hingga Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Infografis Sejarah dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Infografis Journal Sejarah dan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia.(Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya