Liputan6.com, Bengkulu - Sidang perdana kasus penganiayaan berat yang menjerat penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan yang dijadwalkan oleh majelis hakim PN Bengkulu pada tanggal 16 Februari 2016 dipastikan batal digelar.
Sebab berkas dakwaan kasus penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet pada tahun 2004, saat Novel menjabat sebagai Kasat Reskim Polres Kota Bengkulu itu, masih belum dilimpahkan kembali oleh tim 9 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri kota Bengkulu.
Juru Bicara PN Bengkulu Immanuel mengatakan, pihaknya tetap menunggu pelimpahan kembali berkas dakwaan oleh tim JPU yang ditarik pada tanggal 5 Februari lalu.
"Jadwal sidang perdana tanggal 16 Februari tentu saja batal, kami masih menunggu hingga besok jam 14.00 wib, kalaupun dilimpahkan hari ini atau besok, tentu akan dibuat penjadwalan ulang," ujar Immanuel di Bengkulu (15/2/2016).
Â
Baca Juga
Baca Juga
Jika berkas dakwaan dilimpahkan, PN Bengkulu tetap menyidangkan perkara ini dengan 5 orang majelis hakim yang sudah ditunjuk, yaitu Dillis Sinambela selaku ketua majelis hakim bersama 4 orang hakim anggota terdiri atas Joner Manik, Suparman, Immanuel dan Zainal Muttaqin.
Menurut Immanuel, 5 orang majelis hakim yang ditunjuk itu di luar kebiasaan, karena kasus ini sangat menyita perhatian publik. Jadi dalam proses persidangan pihaknya akan mengedepankan azas ketelitian, kecermatan, dan untuk lebih memastikan vonis yang dijatuhkan sangat memenuhi unsur keadilan.
Dakwaan yang diajukan oleh JPU lanjut Immanuel, adalah Alternatif Komulatif. Terdakwa didakwa melakukan pelanggaran pasal 351 ayat (3) dan pasal 422 KUHP dengan ancaman pidana penjara selama 7 hingga 9 tahun kurungan.
Khusus Pasal 351 ayat (3) terkait dugaan penganiayaan berat yang dilakukan oleh tersangka Novel saat menjadi Kasat Reskrim Polres Kota Bengkulu terhadap 9 orang pelaku pencurian sarang burung walet yang terjadi di TKP kawasan Pantai Panjang.
Sedangkan pasal 422 KUHP terkait dengan upaya penyidik menggali kjeterangan dari para pelaku kejahatan dengan menggunakan fasilitas dan upaya paksa untuk mendapat keterangan.
Advertisement