Belajar Aksara Jawa Kuno Kekinian ala Anak Muda Kediri

Semakin sedikit anak muda yang mau belajar aksara Jawa kuno, semakin tertinggal kita dari peneliti-peneliti asing.

oleh Liputan6 diperbarui 26 Mar 2017, 08:04 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2017, 08:04 WIB
Naskah Kuno Radya Pustaka
Naskah kuno menyimpan kekuatan mistis (Liputan6.com / Fajar Abrori)

Liputan6.com, Kediri - Komunitas Jawa Kuno Sutasoma Kediri, Jawa Timur berupaya melestarikan aksara Jawa kuno dengan mengajak pemuda mendalami salah satu peninggalan budaya nusantara itu sebagai bekal membaca beragam naskah dan tulisan kuno. Pasalnya, banyak anak muda yang tak lagi bisa membaca aksara Jawa kuno.

"Dalam aksara Jawa Kuno, banyak makna filosofi, simbol yang hanya diketahui oleh kalangan asli Jawa sendiri," kata Ketua Kojakun Sutasoma Kediri Aang Pambudi Nugroho di Kediri, dilansir Antara, Sabtu, 25 Maret 2017.

Komunitas itu memiliki tiga kiat untuk menarik minat anak-anak muda pada aksara Jawa kuno. Pertama, menggelar workshop tentang aksara Jawa ini di Basement Simpang Lima Gumul (SLG) Kabupaten Kediri pada pekan ini.

Kegiatan dilakukan dalam rangkaian Hari Jadi Kabupaten Kediri ke-1213. Harapannya, masyarakat akan tertarik dan mau belajar serta memahami tentang aksara Jawa.

Ia menyebut, aksara Jawa sangat penting, misalnya untuk membaca beragam tulisan di prasasti maupun serat. Tanpa memahami tentang aksara Jawa, sangat sulit bisa membaca naskah kuno.

Ia pun mencontohkan, di Kabupaten Kediri ada Prasasti Lusem, yang terletak di Kecamatan Semen serta Prasasti Harinjing yang menjadi cikal bakal Kabupaten Kediri.

Sesuai dengan isi prasasti, penanggalan 25 Maret diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Kediri. Tanpa kemampuan membaca aksara Jawa kuno, banyak warga yang tak lagi memahami sejarah leluhurnya sendiri.

Terbukti dalam workshop, sedikit sekali para peserta yang bisa membaca tulisan aksara Jawa kuno. Selain itu, para peserta banyak yang sulit membedakan aksara Jawa kuno dengan aksara Jawa modern.

Padahal, aksara itu merupakan salah satu warisan budaya nonbenda. Aang khawatir jika hal itu diabaikan, Indonesia bisa kehilangan sumber daya manusia (SDM) untuk membaca sejarah. Indonesia, kata dia, harus belajar dari India dan Thailand yang terus mengembangkan pelajaran aksara lokal mereka.

"Saya prihatin, orang asing belajar aksara Jawa Kuno, sementara kita sendiri nggak bisa," ujar dia.

Walaupun banyak yang tidak memahami aksara Jawa kuno, ia mengapresiasi masih ada komunitas lain yang peduli untuk pelestarian budaya Jawa tersebut. Komunitas, sambung dia, menjadi pembuka jalan kiat kedua, yakni pembuatan sistem aksara Jawa dalam format digital.

"Saat ini, ada digitalisasi font aksara Jawa Kuno yang dilakukan oleh mahasiswa asal Jakarta namanya Aditya Bayu," ujar Aang.

Kiat terakhir adalah menggelar pameran naskah kuno yang diserat dalam aksara Jawa kuno dan Bali agar masyarakat bisa mengetahui langsung.

Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri Eko Priyatno mengatakan, "Di Kediri, banyak prasasti ditemukan. Kediri juga terkenal dengan cerita Panji, yang diserat dalam aksara Kuno Jawa."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya