Jalan Mundur Kebebasan Pers, Jurnalis di Bandung Gelar Aksi Tolak RUU Penyiaran di DPRD Jabar

Koalisi Jurnalis Bandung menyatakan sikap tegas menolak pengebirian kebebasan pers lewat RUU Penyiaran.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 28 Mei 2024, 20:55 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2024, 20:51 WIB
RUU Peyiaran, Demonstrasi Jurnalis, Bandung
Jurnalis menggelar demonstrasi menolak RUU Penyiaran di depan Kantor DPRD Jabar, Kota Bandung, Selasa, 28 Mei 2024. (Dikdik Ripaldi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Bandung - Puluhan jurnalis beragam media menggelar aksi unjuk rasa menentang RUU Penyiaran di depan Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung, Selasa, 28 Mei 2024. Mereka menolak lantaran rancangan undang-undang layaknya jalan mundur kebebasan pers.

Massa aksi meleburkan diri atas nama Koalisi Jurnalis Bandung. Sebagian banyak merupakan anggota 5 perkumpulan jurnalis yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bandung, Wartawan Foto Bandung (WFB), Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat, serta sejumlah anggota pers mahasiswa.

Mereka saling bertukar orasi serta membawa perlengkapan aksi seperti poster-poster protes. Aksi juga diimbuhi aksi teatrikal dari jurnalis dan seniman pantomim Bandung, Wanggi Hoed. Selain itu, para jurnalis juga sempat melakukan aksi simbolis menggantung id pers sebagai bentuk pengecaman.

"DPR akan mencengkeram jurnalis dan mencengkeram kepentingan kita semua. Banyak pasal yang bisa jadi pasal karet, menghadang kerja kita semua. Perlawanan ini harus diabadikan jadi sejarah untuk mahasiswa, jurnalis, dan masyarakat," kata Ketua FDWB, Debbie Sutrisno, saat orasi.

"Jangan sampai kita hanya berdiam menerima apa yang diinginkan pemerintah. Jangan sampai mau dibungkam," imbuhnya.

Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR dinilai bertolak belakang dengan semangat demokrasi.

Draf naskah RUU per 24 Maret 2024 yang sedang berproses di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang itu dipandang memuat batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara tersurat memuat ketentuan larangan liputan eksklusif investigasi jurnalistik.

"Tugas sebagai jurnalis akan tergantikan, kita akan menjadi humas karena harus menulis berita-berita yang baik-baik saja," kata perwakilan WFB, sekaligus koordinator aksi, Deni, dalam orasinya.

Secara spesifik, salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah substansi Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik.

Pasal itu dianggap merugikan masyarakat, sebab dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik.

"Emang boleh kita terus dikekang, terus-terusan dibatasi, padahal banyak aib, banyak korupsi di pemerintahan kita. Jangan sampai RUU itu membatasi kerja jurnalistik, kerja publik. Tolak RUU Penyiaran!" seru jurnalis perempuan anggota AJI Bandung, Virliya Putricantika.

 

Boikot DPR

RUU Peyiaran, Demonstrasi Jurnalis, Bandung
Jurnalis menggelar demonstrasi menolak RUU Penyiaran di depan Kantor DPRD Jabar, Kota Bandung, Selasa, 28 Mei 2024. (Dikdik Ripaldi/Liputan6.com)

Ketua Advokasi AJI Bandung, Fauzan Sazli menyeru, selain terus melakukan aksi-aksi unjuk rasa yang berkelanjutan, jurnalis juga dinilai perlu untuk melakukan boikot pemberitaan tentang DPR maupun DPRD karena dianggap tidak mewakili suara rakyat.

"Ketika mereka berusaha untuk mengancam demokrasi itu sendiri, perlu juga bahwa media tidak ingin menyuarakan apa yang disampaikan oleh DPR, karena memang mereka sendiri mengancam kerja-kerja jurnalistik itu sendiri, seperti ingin memberangus demokrasi," katanya.

Fauzan menegaskan, setidaknya ada 5 sikap tuntutan bersama dari Koalisi Jurnalis Bandung:

1. Menolak pasal yang memberikan wewenang lebih pada pemerintah untuk mengontrol konten siaran karena ini bisa membuat banyak hasil kerja jurnalis yang disensor sebelum disampaikan kepada publik secara obyektif.

2. Menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik.

3. Menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.

4. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers, dan masyarakat sipil.

5. Mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers.

"Agar revisi ini ditunda, tidak buru-buru, selama ini kami tahu bahwa revisi ini ditargetkan untuk selesai September 2024 mendatang. Ketika itu dilakukan secara terburu-buru maka akan banyak hal yang dirugikan melalui revisi undang-undang ini," dia menandaskan.

Ia menegaskan, aksi ini akan kembali dilakukan jika DPR hanya bergeming atas desakan jurnalis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya