Wall Street Menguat Dibayangi Kenaikan Saham Apple dan Harga Minyak

Harga saham Apple naik 2,5 persen, meningkatkan tiga indeks utama, sehari menjelang rilis model iPhone terbaru.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Sep 2018, 05:03 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2018, 05:03 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, New York Wall Street ditutup menguat terpicu lonjakan harga saham Apple dan kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari 2 persen yang mendorong saham energi.

Melansir laman Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average naik 113,99 poin, atau 0,44 persen, menjadi 25.971,06. Sementara indeks S&P 500 naik 10,76 poin, atau 0,37 persen, menjadi 2.887,89 dan Nasdaq Composite bertambah 48,31 poin, atau 0,61 persen, menjadi 7.995,47.

Harga saham Apple naik 2,5 persen, meningkatkan tiga indeks utama, sehari menjelang rilis model iPhone terbaru.

Terpantau, saham sektor teknologi pada indeks S P naik 0,8 persen. Ini merupakan kenaikan persentase terbesar dalam dua minggu. Ini juga didorong saham Microsoft yang naik 1,7 persen, dan Facebook sebesar 1,1 persen.

"Itu menjadi bahan bakar utama untuk pasar," kata Alan Lancz, Presiden Alan B. Lancz & Associates Inc, perusahaan penasihat investasi yang berbasis di Toledo, Ohio.

Kenaikan saham ssektor teknologi mendekati 18 persen untuk tahun ini, memimpin kenaikan dalam indeks S & P 500 bersama dengan konsumen, juga naik sekitar 18 persen sejak 31 Desember.

Adapun indeks energi, naik 1 persen, dan mengangkat S & P 500. Saham yang naik antara lain milik Exxon Mobil sebesar 1,4 persen dan Chevron 0,5 persen. Harga minyak naik setelah sanksi AS menekan ekspor minyak mentah Iran dan memperketat pasokan global.

Kenaikan saham juga akibat prediksi peningkatan penjualan setelah Badai Florence, yang masuk kategori 4 dan diperkirakan akan melanda Carolina akhir pekan ini.

Kenaikan perdagangan saham tetap terjadi meski ketegangan perdagangan masih ada. Cina mengatakan kepada Organisasi Perdagangan Dunia bahwa mereka ingin menjatuhkan sanksi terhadap Amerika Serikat karena ketidakpatuhannya terhadap putusan dalam sengketa atas bea dumping AS.

Presiden Donald Trump pada Jumat mengancam akan menjatuhkan tarif pada hampir semua produk impor Cina.

Adapun saham yang harus membukukan penurunan yakni milik Western Digital yang melemah 3,6 persen.

 Sekitar 6,3 miliar saham berpindah tangan di bursa AS. Itu dibandingkan dengan 6,1 miliar rata-rata harian selama 20 hari perdagangan terakhir, menurut data Thomson Reuters.

Trump Ingin Tambah Nilai Impor Barang China yang Kena Tarif

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan bakal naikkan tarif barang impor barang China senilai USD 267 miliar.

Angka tersebut di atas target pemerintah AS sekitar USD 200 miliar. Pemerintah AS mengumumkan akan berlakukan tarif atas barang China senilai USD 200 miliar usai ancaman balasan dari China.

Jika akhirnya dilakukan, ancaman terbaru Trump dapat akibatkan tarif atas semua barang China masuk AS. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.

"Kami telah terapkan USD 50 miliar untuk teknologi. Sekarang kami menambah USD 200 miliar. Dan saya benci untuk mengatakan itu, tetapi dibalik itu, ada lagi USD 267 miliar, siap untuk berlaku, jika saya mau,” ujar dia, seperti dikutip dari laman Washington Post, Sabtu (8/9/2018).

Pernyataan Trump tersebut menekan wall street saat sambut akhir pekan. Indeks saham Dow Jones ditutup sekitar 77 poin atau 0,3 persen.

Adapun, periode komentar publik mengenai penetapan tarif berakhir pada Kamis.  Adapun produk berpotensi alami kenaikan tarif antara lain kulkas, mebel, dan busi, atau produk yang banyak dibeli konsumen. China pun akan membalas jika AS berlakukan tarif baru.

Sikap Trump yang tanpa kompromi terhadap China membuat sedikit peluang untuk penyelesaian dari kedua negara. Tambahan tarif AS akan memicu pembalasan China, meski volume impor AS lebih sedikit. Para pejabat China dapat tanggapi dengan menundukkan perusahaan AS yang beroperasi di China untuk pemeriksaan pajak yang tidak terduga, inspeksi barang dan bahkan boikot.

"Pertandingan akhir dalam perang dagang AS-China kini menjadi semakin sulit untuk dipahami ketika kedua pihak dapat meningkatkan serangan balik mereka," ujar Ekonom Universitas Cornell, Eswar Prasad.

Ia menegaskan, pernyataan Donald Trump berniat untuk lanjutkan eskalasi sanksi perdagangan hingga China menyerah. China pun isyaratkan pihaknya tidak berniat melakukannya.

AS dan China telah terapkan tarif hingga USD 50 miliar. Kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut melakukan negosiasi untuk kurangi ketegangan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya