Sepanjang 2018, Indeks Saham Shanghai Paling Lesu di Dunia

Indeks saham Shanghai melemah 24,6 persen sepanjang 2018. Hal itu salah satunya dipicu perang dagang antara AS-China

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Jan 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 01 Jan 2019, 09:00 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Shanghai - Bursa saham China terutama indeks saham Shanghai membukukan performa terburuk di dunia pada 2018. Indeks saham Shanghai melemah 24,6 persen sepanjang 2018. Indeks saham Shanghai tergelincir ke posisi 2.493,90.

Hal itu dipicu dari perang dagang Amerika Serikat (AS)-China membebani ekonomi dan menekan kinerja pendapatan perusahaan.

Indeks saham Shenzhen turun 33,2 persen ke posisi 1.267,87. Kapitalisasi pasar dari dua bursa saham tersebut turun USD 2,4 triliun menjadi 43,3 triliun yuan (USD 6,3 triliun atau sekitar Rp 91.182 triliun-asumsi kurs Rp 14.473 per dolar AS).

"Bursa saham sering dijadikan sebagai barometer kesehatan ekonomi domestik atau nasional. Pelemahan saham seri A China merefleksikan sejumlah masalah serius dalam ekonomi China," ujar Analis Huatai United Securities, Li Wenhui, seperti dikutip dari laman SCMP, Selasa (1/1/2019).

Pertumbuhan ekonomi China melambat menjadi 6,5 persen pada kuartal III 2018. Pertumbuhan tersebut terlambat sejak 1992.

Dampak perang dagang pun diperkirakan lebih buruk terhadap perusahaan dan kondisi rumah tangga di China. Berdasarkan survei Nikkei terhadap 32 ekonom, pertumbuhan ekonomi China bisa melambat menjadi 6,2 persen pada 2019.

Selain itu, berdasarkan statistic terbaru menunjukkan laba industri November turun untuk pertama kali dalam hampir tiga tahun. Sementara pertumbuhan penjualan ritel melambat ke level terendah dlaam 15 tahun.

Direktur Eddid Securities and Futures, Ryan Chan menuturkan, perang dagang yang saat ini dalam gencatan senjata selama 90 hari menimbulkan bayangan panjang atas prospek ekonomi global. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran global.

"Situasi ekonomi mengkhawatirkan di China dan AS. Ekonomi AS telah melambat, sementara China sedang berjuang dengan utang perusahaan besar-besaran, tekanan likuiditas dan kesengsaraan sektor swasta," ujar Chan.

Adapun indeks saham lainnya yaitu indeks saham Hang Seng naik 0,1 persen ke posisi 25.504,20. Indeks saham China Enterprise sedikit berubah ke 9.992. Dengan pasar telah memburuk diharapkan dapat mendorong pemerintah memberikan stimulus keuangan.

"Kami berharap pemerintah melonggarkan likuiditas tahun depan di tengah penurunan ekonomi saat ini," kata Zhang Xia, Chief Strategist China Merchants Securities.

 

Kapitalisasi Pasar Saham di Bursa Asia Terpangkas USD 5 Triliun

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Mengutip laman Bloomberg, untuk bursa saham Asia dapat dibagi menjadi dua hal yaitu reli capai rekor dan pasar bergejolak sehingga menekan kapitalisasi pasar saham USD 5,2 triliun.

Indeks saham MSCI Asia Pasifik pun turun 22 persen dari puncak tertinggi pada Januari. Adapun reli yang terjadi pun tidak banyak membantu untuk meringankan tekanan dari apa yang telah menjadi tahun terburuk sejak 2011.

Sejumlah faktor pengaruhi bursa saham Asia antara lain kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi, perang dagang AS-China.

"Ada sangat sedikit safa havens yang bekerja pada 2018. Bursa saham di Asia tidak terhindar dari meningkatnya ketegangan perang dagang dan kenaikan suku bunga. Investor mungkin terkejut dengan besarnya dampak ke pasar," ujar Senior Investment Strategist DBS Group Holdings, Jason Low.

Selain faktor perang dagang, sektor saham teknologi pun berimbas ke bursa saham Asia. Saham Apple Inc dan Amazon.com yang anjlok sekitar 30 persen pada pertengahan tahun.

Saham-saham internet di Asia pun ikut lesu. Saham Tencent Holdings Ltd turun 47 persen. Ditambah kondisi bursa saham China terutama Shanghai yang kurang menggembirakan juga berdampak ke Asia.

 

Emiten Indonesia Masuk Saham Catatkan Pertumbuhan Tinggi di Asia

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Meski begitu ada sejumlah saham-saham di Asia catatkan pertumbuhan terbaik dan terburuk di Asia pada 2018 versi Bloomberg. Saham-saham itu bahkan ada yang merupakan emiten asal Indonesia.

Saham-saham catatkan top gainers antara lain:

1. PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) dengan naik 280 persen. Hal itu dipicu dari kenaikan ritel online global.

2 . PT Indah Kiat Kiat Pulp and Paper (INKP) mendaki 114 persen sepanjang 2018.

3. Fila Korea Ltd. Saham Fila Korea Ltd menanjak 228 persen. Saham Fila Korea cetak rekor pada November usai perseroan membukukan kinerja laba operasional naik signifikan pada kuartal III 2018.

4. Yihai International Holding Ltd. Saham Yihai International Holding menanjak 156 persen.

4. Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering Co. Saham Daewoo menanjak 146 persen.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain:

1.Meitu Inc. Saham Meitu Inc melemah 80 persen usai pelaku pasar fokus terhadap privasi data dan peringatan laba.

2. Brilliance China Automative Holdings Ltd merosot 72 persen.

3. Sharp Corp. Saham Sharp Corp tergelincir 72 persen usai menunjukkan perlambatan untuk permintaan produk Apple Inc yaitu iPhone.

4. AAC Technologies Holdings Inc. Saham AAC Technologies merosot 67 persen.

5. Saham Vodafone Idea Ltd. Saham Vodafone merosot 65 persen.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya