Masalah UMP Buruh Jadi Warisan SBY Buat Jokowi

Besaran upah yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain dianggap kurang adil sehingga buruh menuntut revisi UMP.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Nov 2014, 10:40 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2014, 10:40 WIB
Ilustrasi Upah Buruh
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Penetapan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2015 oleh pemerintah daerah (pemda) mengundang kontra dari para buruh. Besaran upah yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain dianggap kurang adil sehingga buruh menuntut revisi UMP.

Analis Pasar Modal, Lin Chei Wei menilai kenaikan upah buruh sangat berpengaruh terhadap investasi di Indonesia. Sayangnya persoalan buruh belum sanggup diselesaikan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.

"Faktor labour menjadi salah satu isu yang belum diselesaikan pemerintah lalu," ungkap dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Kamis (27/11/2014).

Penetapan upah, kata Chei Wei, harus memikirkan kesejahteraan masyarakat dan memperhatikan penciptaan lapangan kerja. Sebab perlambatan pertumbuhan ekonomi berdampak pada penyerapan tenaga kerja.

"Jadi harus dicari formula yang tepat supaya membuka lapangan kerja. Karena kebijakan UMP yang sifatnya cuma populis tanpa memperhatikan penciptaan lapangan kerja akan sangat negatif bagi bangsa ini," tegas dia.

Konsep paling tepat, saran Chei Wei, pemerintah harus membuat kebijakan baru seperti pengadaan transportasi, subsidi perumahan bagi buruh supaya pendapatannya tidak tergerus untuk membiayai kebutuhan tersebut.

"Buat apa gaji tinggi kalau cuma habis di transportasi atau sewa rumah misalnya. Jadi dicari kebijakan, pendapatan secara nominal nggak terlalu tinggi tapi nggak habis untuk transportasi dan lainnya. Kesejahteraan buruh yang harus diperhatikan, bukan UMP," tegas Chei Wei.

Saat ini, kata dia, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) perlu fokus pada kesejahteraan buruh. Salah satunya dengan memberikan insentif akses konektivitas kepada pelaku usaha yang berada di kawasan industri, membangun rumah susun untuk buruh, dan sebagainya.

"Jadi fokus pemerintah pada kesejahteraan buruh, bukan menggenjot UMP yang akhirnya membunuh investasi. Kan selama ini yang kencang minta naikkan UMP bukan buruhnya tapi ada bekingan. Padahal kalau buruh mintanya punya uang cukup dan gizi terpenuhi," imbuh Chei Wei. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya