Investor Jepang Bakal Bangun 10 Pabrik Pengolahan Limbah Kayu

Investor Jepang akan mengucurkan dana Rp 500 miliar untuk tahap awal investasi pembangunan pabrik pengolahan limbah kayu di Bengkulu.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 12 Jun 2015, 16:37 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2015, 16:37 WIB
Konsorsium Mitsubishi
(Foto: Liputan6.com/Yuliardi H)

Liputan6.com, Bengkulu - Konsorsium Mitsubishi and Takafuji serta Kementrian Industri dan Energi Jepang akan membangun 10 pabrik pengolahan limbah kayu menjadi energi terbarukan di Bengkulu.

Rencana ini menindaklanjuti kunjungan duta besar Indonesia untuk Jepang yang datang ke Bengkulu bersama 7 orang investor yang bergerak di sektor energi Jepang pada Desember 2014.

Investasi yang disiapkan untuk membangun pabrik penyuplai energi pengganti batu bara berjenis Biomesk Energi ini diperkirakan menembus angka Rp 10 triliun. Dengan asumsi setiap pabrik yang dibangun membutuhkan dana sebesar Rp 1 triliun.

Wakil Gubernur Bengkulu Sultan Bachtiar Nadjamuddin mengatakan, tahap awal konsorsium ini mengucurkan dana sebesar Rp 500 miliar untuk persiapan lahan dan pra pembangunan pabrik.

"Dana yang sudah disetujui pada tahap awal Rp 500 miliar untuk persiapan, selanjutnya pembangunan 10 pabrik akan tersebar di 10 kabupaten/kota dalam Provinsi Bengkulu," ujar Sultan saat mendampingi 6 orang perwakilan konsorsium meninjau pelabuhan Pulau Baai Bengkulu, Jumat (12/6/2015).

Sultan mengatakan, Provinsi Bengkulu sudah sangat siap menyambut investasi ini, baik ketersediaan lahan industri maupun persediaan bahan baku berupa limbah kayu yang akan diolah menjadi sumber energi baru berkalori minimal 4.000 hcl.

"Kami sambut rencana ini dan akan melakukan upaya jemput bola dengan menyiapkan semua data dan infrastruktur yang dibutuhkan," lanjut Sultan.

Sultan menuturkan, potensi geografis Bengkulu sangat mendukung. Apalagi ketersediaan lahan yang masih sangat luas untuk digarap. Wilayah Bengkulu juga berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, artinya untuk membawa hasil industri itu bisa langsung dilakukan secara langsung.

Pada Desember 2014, Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Yusron Ihza Mahendra mengunjungi Bengkulu dan menyatakan, jika rencana ini dilakukan, maka Bengkulu akan menjadi pilot project di Indonesia. Industri sejenis ini juga akan dibangun di Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

"Pintu masuknya tetap melalui badan penanaman modal nasional atas rekomendasi kajian dari Bappenas, Bengkulu menjadi yang pertama," ujar Yusron.

Saat ini, bahan baku khususnya jenis kayu yang bisa digarap sebagai bahan terbarukan itu, hanya diproses 30 persen saja dari total pohon tebangan, artinya tunggul, ranting dan daun pohon hanya menjadi limbah, ini yang menjadi target untuk bahan baku industri itu.

Dalam kajian tim oleh beberapa ilmuan Jepang, energi yang dihasilkan oleh limbah kayu itu memiliki kalori 4.000 mcl hanya terpaut 2.000 kalori saja dari energi batu bara yang tidak berasal dari bahan yang tidak terbarukan.

Dengan selisih 2.000 kalori dari batu bara yang berkalori 6.000 hcl, produk energi limbah kayu berkalori 4.000 hcl ini sangat menjanjikan untuk suplay energi masa depan yang terbarukan.

"Kita memprediksi batu bara hanya bisa diproduksi dan bertahan paling lama 25 tahun dan tidak bisa dihasilkan lagi, sangat berbeda dengan bahan baku kayu yang setiap saat bisa kita pulihkan jika lahan yang tersedia masih ada. Bengkulu memiliki potensi itu," kata Yusron.  (Yuliardi H/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya