Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta agar pemakaian dolar AS dikurangi untuk menekan pelemahan rupiah. Hal itu mengingat dolar AS makin menguat terhadap sejumlah mata uang termasuk rupiah. Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.941 per dolar AS.
"Yang dilakukan pemerintah ialah mengurangi pemakaian dolar ASÂ karena itu kemarin BI sudah mengatur apabila ada mau pakai dolar harus diatur dengan betul," kata JK, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (21/8/2015).
Baca Juga
"Terus impor tentu harus diturunkan. Kemudian diusahakan ekspor tapi tidak mudah. Karena itu produksi dalam negeri harus naik," tambah dia.
Advertisement
Nilai tukar Rupiah melemah terhadap dolar AS yang terjadi saat ini, lanjut JK,‎ tidak bisa dipungkiri karena gejala dunia. Serangan terhadap perekonomian Indonesia makin terasa setelah devaluasi Yuan Cina, dan yang terbaru adalah krisis menimpa Malaysia.
"Ini sekali lagi gejala dunia karena China, lalu Malaysia lebih hebat lagi turunnya, minyak turun, saham turun maka terjadi pelemahan mata uang akibat ekonomi turun," imbuh dia.
Kemudian, JK juga melihat kecenderungan para pemain saham di kondisi saat ini adalah menjual sahamnya dan membeli dolar AS. Hal seperti‎ ini harus dihindari demi mengangkat Rupiah.
"Ekonomi di Asia itu menurun banyak karena orang keluar, dari Asia ke Amerika. Artinya sahamnnya dia jual, bond dia jual. Dia dapat Rupiah, dia beli dolar. Artinya dolar susahkan (didapat), berarti dia kuat. Begitu rumusnya kenapa melemah (rupiah)," jelas JK.
Meski kondisi kurang baik, JK masih optimistis perekonomian Indonesia jauh dari krisis seperti 1998. Menurut dia, krisis tersebut terjadi karena ada masalah perbankan.
"‎Saya kira berbeda (kondisi saat ini) dengan krisis 98. Peraturannya lebih ketat sekarang perbankan masih bisa cukup baik. Memang yang hati-hati ialah ekonomi nasional harus efisien itu saja," tandas JK.
Pemerintah Waspada
Pemerintah ‎Waspada
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi menegaskan pemerintah telah berada dalam status waspada karena krisis yang terjadi di Malaysia. Sebagai negara tetangga, apa yang terjadi di Negeri Jiran itu akan membawa dampak ke Indonesia.
"Jadi kita ini memang harus hati-hati karena Malaysia ini bahwa tadi yang sudah dibicarakan juga sama Pak Luhut (Menko Polhukam) dan Pak JK. Kita harus waspada sekali," tutur Sofyan.
"‎Malaysia itu partner kita, partner ekonomi kita yang cukup kuat dan cukup dekat. Perimbasan ini kita sudah pengalaman dengan Thailand dulu bahwa akibat Thailand kita krisis juga di 98," imbuh dia.
‎Bentuk spesifik dari kewaspadaan terhadap ancaman ekonomi yang lebih besar, pemerintah berusaha keras menjaga pasar di dalam negeri agar terus bergerak. Selain itu, kebijakan impor akan menjadi opsi terakhir.
"‎Bagaimana mempertahankan kita punya konsumsi dalam negeri ini dengan produk-produk subtitusi yang juga dibuat dalam negeri. Jadi tidak dengan kita impor-impor dan segala macam lagi," tandas Sofyan.
Seperti diketahui, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing terus melanjutkan aksi jualnya di pasar saham. Hal itu ditunjukkan dengan aksi jual investor asing mencapai Rp 4,37 triliun sepanjang 2015. Padahal total aksi beli investor asing sempat sentuh Rp 42,59 triliun sepanjang 2014.
Selain itu, kurs tengah BI menunjukkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah alami depresiasi 11,39 persen. Nilai tukar rupiah sempat di kisaran 12.474 per dolar AS pada awal 2015 menjadi 13.895 pada 21 Agustus 2015. (Silvanus A/Ahm)
Advertisement