Ini yang Bikin Pengusaha Keberatan dengan Tapera

Dengan pengesahan UU tersebut maka pemerintah segera melakukan pungutan Tapera sebesar 3 persen yang bakal dimulai di 2018.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 25 Feb 2016, 20:56 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2016, 20:56 WIB
Pembangunan Perumahan
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengaku kecewa atas pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi Undang-undang (UU) Tapera.

Ketua Umum Kadin Indonesia Roeslan P Roeslani mengatakan, keberadaan UU tersebut membuat beban pengusaha semakin besar. Lantaran, pengusaha saat ini saja telah membayar iuran untuk BPJS Ketenagakerjaan.

"Bukannya efektif nggak efektif. Kita mengerti maksud baik pemerintah karena ini maksud baik dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tapi jangan dibebankan kepada pengusaha. Itu kan memang tugas pemerintah dalam sediakan ini. Mestinya dicarikan dalam bentuk lain jangan dituangkan para pekerja dan pengusaha," jelas dia di Jakarta, Kamis (25/2/2016).

Dia mengatakan, regulasi tersebut juga kontradiktif dengan misi pemerintah untuk mendorong perekonomian. Di satu sisi pemerintah juga memberikan banyak insentif. Namun di sisi lain memberikan beban yang berat.

Sebagaimana diketahui, dengan pengesahan UU tersebut maka pemerintah segera melakukan pungutan Tapera sebesar 3 persen yang bakal dimulai di 2018. Penghimpunan dana seiring dengan pembentukan Badan Pengelola (BP) Tapera sesuai amanat UU Tapera sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengelola dana tersebut.


"Pada saat pemerintah ingin mendorong perekonomian agar industri lebih maju, supaya lebih berkembang dan maju, tapi di saat bersamaan, UU disahkan juga. Menurut saya agak kontradiktif‎," tegas dia.

Roeslan mengatakan pengusaha tak punya banyak pilihan karena UU sudah terlanjur diketok. Meski begitu, dia menuturkan akan terus berdialog dengan pemerintah.

Lebih lanjut, dia yakin masih ada beberapa opsi antara lain mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) atau tinjauan kembali ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kan sudah diketok. Memang dalam pelaksanaan masih ada Perpunya, itu yang mau diperbincangkan lagi atau bicara lagi. Memang sih ada beberapa suara dari asosiasi minta ya sudah di MK-kan saja, itu ada. Dan disampaikan kepada Kadin. Intinya kita akan buka dialog dengan pemerintah dan DPR. Tentunya, kami menyayangkan ketok palu padahal kita sudah memberikan masukan, input, kita menyatakan keberatan, tapi dilaksanakan," ungkap Roeslan. (Amd/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya