Liputan6.com, Jakarta - Partisipasi dari pekerja di sektor tambang serta minyak dan gas (migas) dalam Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) masih sangat minim. Hal tersebut terbukti dari data surat pernyataan harga program tax amensty yang tidak sebesar wajib pajak di sektor tambang dan migas yang terdaftar.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan, untuk sektor pertambangan jumlah wajib pajak yang tercatat 6.001 wajib pajak. Dari situ, tercatat hanya 967 wajib pajak yang ikut tax amnesty. Artinya, hanya 16,11 persen wajib pajak di sektor tambang dan migas yang ikut program pengampunan pajak.
Advertisement
Baca Juga
"Total tebusan Rp 221 miliar atau rata-rata Rp 229 juta. Ini cukup memprihatinkan kan tergolong wajib pajak besar pertambangan," kata dia di Kantor DJP Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Begitu juga di sektor migas. Dari sebanyak 1.114 wajib pajak hanya 68 yang ikut tax amnesty. Total nilai tebusannya tercatat Rp 40 miliar dengan rata-rata tebusan Rp 527 juta.
Sementara, di sektor tambang atau minerba tebusan paling rendah yang dibayar Rp 5 ribu dan paling tinggi Rp 96,3 miliar. Sementara di sektor migas paling rendah Rp 150 ribu dan paling tinggi Rp 17,4 miliar. "Paling tinggi Rp 96 miliar mestinya bisa tinggi minerba, paling rendah Rp 5 ribu," ungkap dia.
Dia mengatakan, untuk membangun negara perlu kesadaran dari wajib pajak. "Ini perlu keseriusan wajib pajak dalam membayar pajak, kalau pemerintah serius membangun negara ini, masyarakat juga harus serius bayar pajak," tandas dia.
Hestu pun berkelakar, tebusan terendah petinggi perusahaan tambang tersebut kalah dengan tukang sayur. "Rp 30 ribu dari seorang pemegang saham di perusahaan tambang, ada Rp 46 ribu direksi dan Rp 200 ribu komisaris. Kalau tetangga Pak Dirjen yang jualan sayur Rp 200 ribu. Rp 30 ribu pemegang saham dibanding jual sayur di depannya Pak Dirjen," kata dia.
(Fik/Amd/Gdn)