Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menghitung ulang (revaluasi) aset atau Barang Milik Negara (BMN). Setidaknya, akan ada 934.409 unit barang milik negara yang bakal dihitung ulang nilainya oleh pemerintah.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata, mengatakan, penghitungan ulang nilai aset tersebut dituangkan dalam Program Revaluasi Barang Milik Negara, Selasa (29/8/2017). Rincian dari barang milik negara tersebut berupa tanah sebanyak 108.524 unit, gedung 434.801 unit, serta jalan, irigasi dan jaringan sebanyak 391.084 unit.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi untuk saat ini, targetnya berjumlah 934.409 barang atau item" kata dia di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Barang milik negara yang dihitung merupakan objek yang diperoleh sebelum 31 Desember 2015. Proses penilaian kembali akan dilakukan selama dua tahun. "Pelaksanaan revaluasi BMN akan dilakukan dua tahun, mulai hari ini sampai 2018," ujar dia.
Lebih lanjut, penilaian kembali BMN untuk memperbaharui underlying aset penerbitan sukuk. Lalu, untuk memperoleh nilai aset terkini serta membangun basis data yang lebih baik. "Kita juga akan mampu identifikasi BMN yang idle, yang belum termanfaatkan secara optimal," tandas dia.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencatat aset yang dimiliki ‎ negara mencapai Rp 5.285 triliun per 30 Juni 2016.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara terus memperbaiki dan fokus pada penertiban dan hukum aset negara. Fokus perbaikan aset negara itu dilakukan mengingat DJKN juga telah genap berusia 10 tahun pada 1 November 2016.
Tonton Video Menarik Berikut Ini:
Cerita Sri Mulyani
Â
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pernah menceritakan pengalamannya saat mengawal keuangan negara tanpa memiliki lembaga yang mencatat kekayaan negara. Melihat masalah itu maka terbentuk Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) pada 10 tahun lalu.
Ketika mengingat masa lalu itu, perasaan Sri Mulyani berkecamuk. Saat itu, dia menjabat sebagai Menteri Keuangan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki cita-cita untuk kembangkan kekayaan negara.
"Saya merasakan ada perasaan berkecamuk karena 10 tahun lalu saya Menteri Keuangannya. Seperti kembali lagi ke masa lalu. Saya ingat betul menit demi menit, jam demi jam, bulan demi bulan. Bagaimana kita ingin membangun kekayaan negara," kata Sri Mulyani.
Sri Muyani melanjutkan, saat itu Indonesia belum memiliki neraca keuangan dan kekayaan negara yang tercatat. Padahal aset negara sangat banyak. Karena itu, banyak aset negara yang pindah tangan atau digunakan pihak yang tidak dikenal.
"Bayangkan saya jadi Menteri Keuangan, 10 tahun lalu tidak punya neraca Keuangan dan kekayaan negara. Tapi bagaimana kalau tidak ada neracanya. Bisa kemana kekayaan negara ini," ungkap Sri Mulyani.
Bahkan, istana negara yang menjadi lambang pemerintahan pun sempat belum tercatat sebagai aset‎ negara. "Banyak, istana negara tidak masuk ke buku. Asetnya kalau kita lihat title-nya belum ada padahal simbol dari pimpinan negara Republik Indonesia," ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani menuturkan, DJKN lahir usai melewati proses cukup panjang. Instansi itu diharapkan dapat kelola neraca keuangan dan kekayaan negara dengan kredibel.
"Kami paham waktu kami mengelola kekayaan negara adalah perjalanan panjang. Maka langkah pertama dulu membangun neraca yang kredibel. Maka pada awal kami bangun neraca pasti disclaimer tidak apa-apa. Karena untuk menyelesaikan solusi kita harus tahu masalahnya dulu," ujar Sri Mulyani.
DJKN mencatat aset negara mencapai Rp 5.285 triliun per 30 Juni 2016. Angka itu usai DJKN berdiri selama 10 tahun. Aset negara itu akan terus meningkat.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara‎ Sonny Loho mengatakan, pihaknya juga fokus penertiban dan hukum pada aset negara usai berusia 10 tahun pada 1 November 2016.
Sonny menuturkan, dampak dari langkah tersebut adalah membaiknya laporan keuangan Pemerintah Pusat ‎dan lembaga. Aset negara yang terus meningkat sampai 30 Juni 2016 tercatat mencapai Rp 5.285 triliun.
Advertisement