Menko Darmin Menilai Rupiah Tertekan Sudah Terlalu Lama

Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menilai, saat ini tidak banyak pilihan yang dilakukan Bank Indonesia untuk stabilkan rupiah.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2018, 18:30 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2018, 18:30 WIB
20150812-Rupiah-Anjlok
Petugas menghitung uang pecahan US$100 di pusat penukaran uang, Jakarta, , Rabu (12/8/2015). Reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi-JK, nilai Rupiah terahadap Dollar AS hingga siang ini menembus Rp 13.849. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Rokan Hilir - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan rupiah tidak bisa dibiarkan terus melemah. Oleh karena itu, pemerintah terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI).

"Koordinasi kita ngasih evaluasi, BI punya evaluasinya," kata Menko Darmin saat ditemui di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Rabu (9/5/2018).

Darmin menilai depresiasi atau pelemahan rupiah telah berlangsung terlalu lama. "Kalau cuma seminggu dua minggu tidak apa-apa, tapi ini sudah berjalan lama," ujar dia.

Mantan Gubernur BI tersebut mengatakan pada situasi saat ini tidak banyak pilihan yang bisa dilakukan oleh BI yaitu menaikkan suku bunga acuan atau membiarkan rupiah terus melemah.

"Pada situasi seperti itu pilihannya tidak banyak lagi sebenarnya atau kursnya melemah karena permintaannya semakin banyak karena orang jual saham sama SUN (surat utang negara). Asing terutama kalau dia jual apa yang mau dia lakukan? dia cari dolar Amerika Serikat? Iya dong masa dia bawa rupiah keluar,” ujar dia.

"Karena naik kebutuhannya, tekanan itu membuat kita sebenarnya tinggal memilih  biarkan kursnya melemah atau suku bunganya dinaikkan,” tambah Darmin.

Kendati demikian, Darmin menegaskan pemerintah tidak boleh intervensi terhadap BI. "Saya tidak mau bilang begitu nanti 'enak aja  Pak Darmin intervensi'. Saya cuma bilang, dalam situasi begini pilihannya tidak banyak lagi, atau biarkan rupiah melemah," kata dia.

Akan tetapi, Darmin optimistis saat ini BI sudah memiliki pemikiran yang sama, yaitu menaikkan suku bunga acuan. Namun, BI hanya bisa menentukan suku bunga acuan pada pertengahan bulan usai melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung selama dua hari.

"Memang BI itu juga sudah mikir, cuma dia itu biasanya mereview tingkat bunga kalau sedang RDG bulanan. Kalau tidak salah tanggal 16 atau tanggal 17, ini belum. Tapi walaupun begitu jangan kemudian dibawa-bawa kalau rupiah 14.000 per dolar AS masalah, enggak masalah,” ujar dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

 

Dana Asing Kabur, Rupiah Makin Tenggelam

Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution (Dok Foto: Kemenko Bidang Perekonomian)
Menko Bidang Perekonomian, Darmin Nasution (Dok Foto: Kemenko Bidang Perekonomian)

Sebelumnya, kurs rupiah semakin tenggelam melawan dolar Amerika Serikat. Mata uang Garuda ini masih bertahan di kisaran Rp 14.000 per dolar AS akibat sentimen yang datang dari eksternal, terutama kebijakan Amerika Serikat (AS). 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan pelemahan rupiah yang berlarut-larut terjadi karena banyak investor asing yang menarik dana mereka. Kondisi tersebut membuat permintaan terhadap dolar AS meningkat dan tidak diimbangi dengan devisa yang melimpah.

"Kurs itu tidak ditetapkan, kurs itu hasil pasar. Orang butuh 100 kalau kita punya 100 apalagi 105 enggak ada masalah. Tapi kalau orang perlu 100 kita punya 95, nah ada masalah, kursnya akan melemah," kata dia saat ditemui di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Rabu 9 Mei 2018.

Dari  data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada di level 14.074 per dolar AS. Sementara cadangan devisa Indonesia pada posisi April 2018 sebesar USD 124,9 miliar atau turun USD 1,1 miliar dari posisi akhir Maret yang sebesar US$ 126 miliar.

Darmin menjelaskan, asal mula tingginya penarikan dana asing tersebut semenjak AS terus menaikkan suku bunga acuan mereka hingga empat kali berturut-turut.

"Karena si Amerika bilang 'woy ekonomi kita bagus', wah begini begitu, kita mau menaikkan tingkat bunga empat kali'. Orang kemudian mikir wah dia mau menaikkan suku bunga kok Indonesia belum? Dia jual saham dia yang ada di sini, dia jual SUN (Surat Utang Negara) yang beli di sini, dia pergi," ujarnya.

Pada saat investor tersebut memilih meninggalkan Indonesia, mereka perlu membawa dolar AS. Inilah yang menyebabkan permintaan terhadap dolar AS meningkat. 

"Pada saat dia pergi, dia butuh valas, dia enggak bisa bawa uangnya rupiah, mau ditaruh di mana kalau rupiah. Artinya, ada tambahan permintaan dari kondisi normal, suplainya enggak nambah dari kondisi normal, rupiahnya tertekan, sederhana sekali," Darmin menjelaskan. 

Kendati demikian, mantan Gubernur Bank Indonesia ini menegaskan kondisi rupiah yang terus melemah tidak perlu dibandingkan dengan krisis moneter yang terjadi 20 tahun silam.

"Jangan kemudian digembar-gemborkan wah ini rupiah 14.000, oh lebih buruk itu sudah dekat ke tahun 1999. Tahun 1999 ya ke 2017, sudah 18 tahun, jangan dibandingkan linier begitu," harap Darmin. 

 

 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya