Ini Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penyusunan Omnibus Law Sektor Minerba

Komoditas minerba harus dikuasai dan dimiliki oleh negara serta dimasukan kembali dalam kategori vital dan strategis.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 26 Des 2019, 16:45 WIB
Diterbitkan 26 Des 2019, 16:45 WIB
Regulasi Baru Pertambangan Minerba Pulihkan Kedaulatan Negara
Regulasi baru pemerintah tentang pertambangan minerba merupakan bentuk kehadiran negara dalam mengendalikan sektor pertambangan, mineral, dan batubara.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah perlu mencermati sejumlah hal dalam revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara (minerba), yang terintegrasi dengan pembuatan Omnibus Law.

Direktur Center for Indonesian Resources (Cirrus) Budi Santoso ‎mengatakan, ‎hal yang perlu diperhatikan adalah penetapan kebijakan nasional mineral dan batubara nasional yang dilakukan pemerintah, guna menguraikan visi jangka panjang tujuan nasional yaitu kedaulatan, kemakmuran, kecerdasan dan setara dengan bangsa lain yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dapat dicapai, sebelum menyelesaikan revisi undang-undang minerba.

"Kebijakan Nasional ini mencakup prinsip‐prinsip Filosofi, tujuan yang dicapai, sasaran jangka panjang dan jangka menengah dan pendek," kata Budi, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Kamis (26/12/2019).

‎Budi melanjutkan, ‎komoditas minerba harus dikuasai dan dimiliki oleh negara serta dimasukan kembali dalam kategori vital dan strategis sehingga pengolaannya dapat diatur berkaitan dengan peran tersebut, ini menyangkut masa depan bangsa dan keberlanjutan untuk anak cucu yang akan datang.

Menurutnya, pengelolaan komoditas minerba yang vital harus oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), pemerintah pun harus turun tangan untuk membantu BUMN dan BUMD agar optimal dalam mengelola minerba.

"Pengelolaan oleh BUMN dan BUMD untuk memberikan kekleluasaan Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan, manfaat ekonomi dan mendorong daya saing nasional,"tuturnya.

Dikesempatan yang sama,‎ Koordinator Presidium Ikatan Alumni Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan IPB Lukman Malanuang mengungkapkan, hal yang perlu diperhatikan adalah pengoahan limbah tambang slag, saat ini slag masih termasuk Bahan-Bahan Berbahaya (B3). Padahal bisa dijadikan hilirisasi produk turunan serta produk sampingan untuk baku konstruksi bangunan.

"Saat ini timbunan slag sangat masif. Sudah saatnya slag harus dikeluarkan dari katagori limbah B3," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani Bocorkan Poin Omnibus Law Perpajakan

Onderdil Harley Davidson dan Brompton
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers terkait penyelundupan motor Harlery Davidson dan sepeda Brompton menggunakan pesawat baru milik Garuda Indonesia di Jakarta, Kamis (5/12/2019). Barang bukti selundupan tersebut dikemas dalam 18 kardus berwarna cokelat. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa desain Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Perpajakan nantinya akan terdiri dari 28 pasal. Di mana 28 pasal tersebut sudah mencakup amandemen dari tujuh Undang-Undang (UU) yang berkaitan dengan perpajakan.

"Dari 28 pasal tersebut, terdiri dari 6 klaster isu yang dibahas didalamnya," ungkap Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (16/12)

Adapun keenam isu yang jadi pusat pembahasan dalam Omnibus Law Perpajakan yakni terdiri dari UU Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Kepabeanan, Pajak dan Retribusi daerah, dan Pemerintah Daerah.

Sri Mulyani menjelaskan untuk kaster pertama terkait penurunan tarif pajak PPh dan PPh untuk bunga, yang dimaskudkan untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Lalu klaster kedua terkait sistem teritorial soal penghasilan dari dividen luar negeri akan bebas pajak asal di investasikan di Indonesia.

Kemudian klaster ketiga, mengenai subjek pajak orang pribadi yang membedakan warga negara asing dan warga negara Indonesia. Di mana untuk orang Indonesia yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari, bisa berubah jadi subjek pajak luar negeri jadi tidak bayar pajak di negara Indonesia.

Sedangkan untuk orang asing yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari, akan menjadi subjek pajak dalam negeri dan membayar pajak di Indonesia dari pengahsilan yang berasal dari Indonesia itu yang disebut definisi subjek pajak.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya